Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Mencari Sunrise Bromo

Senin, 09 Januari 2012 | 0 komentar

Pukul 4 pagi lebih nggak tahu berapa menit. 2 Oktober 2011

Sudah termasuk kesiangan katanya pagi ini untuk melihat matahari terbit di puncak Bromo. Dengan persiapan yang matang, yaitu memakai baju berlapis-lapis, baluran minyak kayu putih cap**ng, sarung tangan made in Bromo, dan masker. Kami memang disarankan memakai masker karena track Bromo yang berdebu, salah satunya akibat erupsi Bromo.

Senja di desa tertinggi kedua Indonesia


Hampir senja ketika kami tiba di desa Ngadisari, kec. Cemorolawang, desa tertinggi  kedua di Indonesia dengan ketinggian 1800 di atas permukaan laut,  Sedangkan desa tertinggi berada di Papua.

Saya menikmati senja ini, ketika kabut mulai terlihat dari kaca jendela mobil. Mau teriak dan bilang kalau akhirnya saya bisa berada  disini, desa tertinggi dan terakhir sebelum saya menjejakan kaki di Gunung Bromo.

Pemandangan di hadapan saya adalah bukit-bukit dan hamparan ladang yang tidak begitu hijau. Ya inilah pemandangan setelah Gunung Bromo mengalami erupsi  di awal tahun 2011, hampir sebagian desa tertutup debu vulkanik. 

Saya membiarkan kaca jendela mobil terbuka dan merasakan terpaan udara desa yang mulai mendingin. Menghirup udara dalam-dalam membiarkannya masuk ke dalam paru-paru, sambil membayangkan betapa indahnya desa ini sebelum Bromo mengerupsi. Hijau dengan hamparan ladang-ladang kol yang segar, hasil pertanian utama masyarakat disini. Juga membayangkan betapa ganasnya erupsi sehingga membuat sesuatu yang hijau menjadi coklat.

 
Copyright © -2012 Alamat Senja All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks