Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Tersesat, Batik, dan Filosofinya

Minggu, 25 Oktober 2015 | 0 komentar

Tersesat adalah kata yang selalu ada dalam kamus para traveler. Rasanya kalau tersesat adalah bête, sedih, takut, bingung. Namun tersesat juga bisa lho memberikan kebahagiaan dan menemukan kita pada hal  baru yang sesungguhnya kita cari selama ini.

Dua tahun yang lalu saya beruntung telah tersesat. Lho. Awalnya pasti bête karena tidak bisa ke tempat yang sudah direncanakan, tapi akhirnya saya bersyukur kalau tidak tersesat saat itu saya tidak mungkin punya cerita dan bisa mengubah sudut pandang saya akan sesuatu.

Rencana saya akan mendaki ke Gunung Merapi yang sudah disusun dari jauh hari. Namun malah tersesat dan terdampar di sebuah kota. Gara-gara tertinggal kereta api sendirian tepat di depan mata saya saat tiba di stasiun. Jangan tanya bagaimana rasanya. Sakit sama seperti melihat orang yang disukai ada di pelaminan bersama orang lain. 
Hiks..hiks…hiks.

Saya tidak berada di Gunung Merapi, melainkan pada deretan toko yang hampir semuanya menjual batik. Mulai tersadar kalau saat itu saya sedang berada di kota batik, Pekalongan. Saya ingat pada gerbang selamat datang tadi yang bertuliskan“Pekalongan, the City of Batik

Mau sedih atau harus senang ya, jujur sebenarnya sudah lama saya ingin ke kota batik ini, tapi tidak pernah terlaksana. Mengajak teman juga susah dengan alasan kenapa jarus jauh-jauh ke Pekalongan kalau di Jakarta saja ada bisa membeli batik. Sebenarnya saya senang akhirnya berada di Pekalongan dengan cara yang tidak disangka-sangka.

Tidak sadar saya mendatangi satu toko. Dengan ramahnya mbak yang adalah pemiliknya menyambut saya dan juga menjawab pertanyaan-pertanyaan saya tentang Batik, seperti kenapa ada batik yang murah dan mahal, lalu apa bedannya batik tulis, batik cap, dan batik printing. Mbak Dewi menjelaskan sambil memperlihatkan batik-batiknya. Umumnya batik berharga mahal karena kehalusan motifnya (motifnya detil)  dan biasanya itu adalah batik tulis. Penjelasan dari mbak Dewi tidak pernah saya dapatkan saat saya berbelanja batik di Jakarta. Itulah bedanya saat berada di kota batiknya langsung.

batik pekalongan yang berwarna-warni


Tapi kenapa juga Pekalongan yang disebut kota batik, bukankah batik awalnya bukan berasal dari Pekalongan. Malah Jogya atau Solo yang menjadi cikal bakal kota batik tidak menjadikan taglione kotanya sebagai kota batik. Saya ingat tagline kota Solo adalah 'The Spirit of Java' dan tagline Yogya adalah 'Never Ending Asia' yang sekarang juga berubah menjadi Yogya 'Istimewa'

Saya pun mendapat penjelasan dari mbak Dewi, bahwa batik mulai ada di Indonesia sejak abad ke-13 dibuat khusus untuk kalangan Kraton kerajaan Majapahit. Ada Larangan untuk rakyat jelata memakai batik.

Baru setelah terjadinya perpecahan kerajaan Majapahit, keluarga keraton berpencar dan mengungsi ke daerah lain termasuk daerah pesisir pulau Jawa, Pekalongan Akhirnya batik mengalami pergeseran  tidak digunakan kusus untuk raja-raja saja, karena keluarga keraton sudah melebur dengan rakyat lainnya. Motif batik Pekalongan pun berbeda dengan batik Yogya ataupun Solo, batik Pekalongan motifnya lebih ke floral ataupun hewan. Warnanya pun menggunakan warna-warna yang cerah, tidak seperti Yogya (hitam) atau Solo (coklat). Itulah yang membuat batik Pekalongan lebih terkenal dibanding batik lainnya pada masa itu.

I see...

Saya janji saya dalam hati akan kembali ke Pekalongan karena masih banyak cerita yang saya ingin dengar tentang batik.

Dan janji itu saya tepati, saya kembali ke kota batik untuk mengetahui batik lebih dalam.
Berbekal tanya-tanya dan keliling menggunakan becak, akhirnya langkah pertama saya tertuju pada Museum Batik Nasional. Museum ini memberikan gambaran lengkap tentang sejarah perbatikan di Indonesia, mulai dari awal sampai sekarang. Batik dari 33 provinsi di Indonesia dipamerkan disini. Sejak Batik ditetapkan sebagai warisan budaya Indonesia, setiap provinsi tidak mau kalah untuk memamerkan batiknya, ada batik yang bermotif kain songket ataupun kain tapis.

Di museum batik, kita  bisa ikut workshop membuat batik dengan berbagai teknik yaitu teknik tulis dengan menggunakan canting atau cap. Saya mencoba membatik dengan teknik cap. Katanya lebih mudah dibanding membatik menggunakan canting. Kata siapa, ternyata saya juga kesusahan. Karena diperlukan teknis khusus agar motif yang dihasilkan halus, tidak terputus, dan malam tidak berceceran. Ini akan memengaruhi nilai dari sebuah batik.



Sebelumnya, saya sudah pernah coba mencanting. Memang susah ada kalanya malam tidak dapat keluar dari canting ada kalanya juga malam malah meleber sampai tumpah-tumpah ke kain. Dan saat itu ada kecelakaan dari pengunjung yang mencoba membatik, karena satu hal malam yang ada di atas kompor yang sedang menyala tumpah. Panik ingin membereskan secepatnya malah menjatuhkan kompor. Hasilnya terjadi kebakaran kecil, namun cepat dipadamkan. Ibu-ibu pembatik berceloteh, "Susah tho membatik." 

Benar jadi jangan meremehkan batik dan proses pembuatannya.

Disini saya juga bertemu dengan Pak Bupati Pekelongan dan Ibu Wakil Mentri pendidikan yang juga sedang berkunjung ke Museum.

Dan selanjutnya tur batik saya mengantarkan  pada kampong batik yang ada di Pekalongan. Namanya kota batik, kampung  batik tersebar. Namun yang berada di pusat kota adalah kampong Batik Kauman dan Kampun Batik Pesindon.

Disana, ibu-ibu pengrajin mengajarkan saya tentang arti dari sehelai kain batik. Ya ada makna yang tersimpan dari motif-motif Batik yang tercipta, ada filosofi dan harapan bagi para pemakainya.

Jlamprang, adalah motif batik khas Pekalongan. Jujur saya baru mendengar motif ini. Filosofinya agar pemakainya diberikan rejeki dari segala arah seperti arah mata angin. Sesuai dengan bentuk motif jlamprang yang geometris dan memiliki arah. Langsung saya beli motif batik itu, siapa tahu rejeki saya akan selalu bertambah.

motif jlamprang
alat cap Jlamprang yang juga beraneka macam

Cinta juga bisa dikatakan dengan Batik Lho, Wah saya juga baru tahu ini, hasil dari ngobrol-ngobrol dengan Ibu pengrajin batik. Pernah lihat batik yang bermotif kupu-kupu. Ya Kupu-kupu itu adalah perlambang cinta. Dulu jika ingin menyatakan cinta, pria memberikan kain batik bermotif kupu-kupu kepada perempuan yang disukainya. So, katakanlah cinta dengan batik.

Mulai dari itu saya suka untuk bepergian dan mengunjungi para pengrajin batik. Bukan sekedar membeli Batik, karena selalu ada cerita disetiap motif Batik. Motif Sidomukti yang berarti menjadi sejahtera/mulia, makanya dipakai oleh pasangan pengantin dengan harapan pasangan pengantin nantinya akan sejahtera. Bahkan ada budaya yang mengharuskan saat seserahan calon pengantin pria membawakan kain ini. Jadi 

Ibu-ibu pengrajin mengajarkan saya tentang kesabaran, dan menerima segala cobaan hidup. Batik bagi ibu-ibu itu tidak sekedar melukis, tapi juga bermeditasi dan mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa. “Kalau pikiran saya lagi ruwet, batik yang saya hasilkan pasti ndak bagus.” tuturnya.
kesenian adu domba Garut dalam sehelai batik
proses pembuatan batik Tegal



Setiap daerah menghasilkan cerita sendiri, Solo, Jogya, Lasem, Cirebon, Garut. Mencari batik seperti mencari hidden treasure. Pada dasarnya teknik membatik hampir sama di semua daerah, tapi seiring perkembangan dan kreativitas pewarnaan batik dibuat beraneka ragam, ada yang pewarnaan dari jengkol di Padang, ada yang pewarnaan dengan mangrove. Seru melihat itu semua.

Pada satu kesempatan, batik membuat seorang pengrajin batik bertemu dengan teman-teman lamanya. Itu gara-gara saya. Hehehe tidak itu pasti karena takdir. Sama seperti saya tersesat. Itu adalah takdir yang membuat saya pasti mencari batik di setiap tempat yang saya kunjungi.

tidak cuma belajar membuat batik tulis dan cap, saya juga belajar menenun, hasilnya benangnya jadi kusut. hehee


Tersesat menjadi makna tersendiri buat saya, mungkin kalau tidak tersesat tidak akan semenggilanya saya pada batik yang pada akhirnya juga memengaruhi teman-teman saya untuk mencari kain-kain tradisional

Namun,Jauh-jauh saya mencari Batik, ternyata di Jakarta juga ada kampung batik, yaitu kampung batik Palbatu. Setiap tanggal 2 Oktober yang merupakan hari batik nasional, kampung batik ini menggelar acara membatik sekampung, siapapun bisa mencoba membatik. Sayangnya saya belum berkesempatan kesana. Pun saya melewatkan acara membatik sekampung pada hari batik kemarin.


Apakah saya harus tersesat dulu untuk melihat motif batik ondel-ondel?

Postingan ini diikutsertakan dalam kompetisi blog #KainDanPerjalanan yang diselenggarakan Wego  http://www.wego.co.id/berita/kompetisi-blog-perjalanan-dan-kain-tradisional/
 
Copyright © -2012 Alamat Senja All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks