12 Februari 2012,
Untuk pertama kalinya ke kota ini. Menikmati setiap langkah perjalanan
Berbekal tiket KA Eksekutif Argo Parahyangan yang saya
dapatkan seharga 20 ribu rupiah ( seharusnya kan 70 ribu), maka di Minggu pagi
itu saya sudah nangkring di stasiun Gambir sambil wifi an.
Tepat jam 09.35 , sesuai dengan jam keberangkatan di tiket,
kereta pun berangkat. Tidak perlu menunggu sampai disana, wisata saya pun
dimulai dari sekarang, karena menurut informasi pemandangan di luar KA
Parahyangan sungguh memesona. Nanti kita akan berada diatas jembatan Cibisoro Saya
sudah tidak sabar menantikan kereta lewat situ.
Dan ketika kereta lewat jembatan, rasanya seperti apa? Biasa
aja sih, he he tidak seperti naik halilintar di Dufan, hanya saja kereta
jalannya diperlambat, dan pemandangan sungai Citarum di bawah jembatan luar biasa.
Jam 12 kurang saya sampai di stasiun Bandung. Lho katanya
mau ke Paris, kok sampainya di Bandung. Hello, mana ada juga ke Paris pakai
kereta, kalau dari Jerman sih bisa J
. Terus apa hubungannya Bandung dan Paris, memang ada menara Eifel di
Paris?????
Jawabannya mau tau aja apa mau tau banget, hehehe. Justru
itu yang mau saya tahu tentang paris van Java ini.
Keluar stasiun, sudah banyak travel-travel yang menawarkan
untuk mengantarkan ke tempat-tempat wisata yang ada di Bandung.
“Kebun Strawbery , teh?”
“Situ Patengang, teh?”
Semuanya saya tolak, karena satu hari ini saya mau keliling
Bandung ala saya sendiri. Ini pertama kalinya saya akan jalan-jalan ke Bandung
(dulu ke Bandung karena studek kampus dan nggak kemana-mana). Katanya tempat
yang paling dekat dari stasiun adalah daerah yang bernama Braga, cukup naik
angkot. Tapi katanya lagi naik angkot ribet , maka saya putuskan untuk jalan
kaki saja.
Dari stasiun belok kanan GRAAAK….
Pasang kamera dan mulai gaya, sok motret sana-sini, yang
penting nggak mati gaya masalahnya saya sendirian (solo traveling ceritanya)
jadi harus dinikmati sendiri dong. Bangunan yang pertama saya dapati adalah
toko oleh-oleh khas Bandung, Kartika
Sari. Nah yang mau beli oleh-oleh ternyata nggak jauh tuh dari stasiun,
pokoknya Cuma ngelewatin 1 pengkolan ( duuh saya nggak pintar ngukur jalan
pakai meter, misalnya 20 meter, 100 meter)
Seru juga sih belagak foto sana-sini, sampai-sampai tukang
mi ayam gerobak yang saya lewati minta foto. Ayo gaya Pak, padahal ini kamera
nggak ada baterainya, wkw kwkw bercanda. Terus si bapaknya pakai teriak lagi. “
Mbak nanti di kirim di facebook ya……”
Tepok Jidat.
Lanjut jalan lagi, dari jauh sudah terdengar azan zuhur. Pas,
tepat di depan saya ada masjid. Lebih enak kan nanti keliling Bandung kalau
sudah sholat. Banyak juga ya orang yang menuju masjid, terutama laki-laki, dan
mereka tuh ngeliatin saya. Jadi GR.
Masuk pelataran masjid yang cukup besar, suasana bertambah
ramai. Tapi itu dia kok kebanyakan laki-laki. Jadi curiga, jangan-jangan ini
masjid khusus laki-laki (memang ada kan). Dan dari pengeras suara yang tiba-tiba
berbunyi membuat saya sadar, kalau ini hari Jumat, dan saatnya sholat Jumat.
Pantas kok banyak yang ngeliatin saya. Saya jadi bisa
membaca pikiran mereka sekarang.” Memangnya teteh mau ikutan sholat jumat
juga?”. Duh karena ini hari libur nasional saya jadi lupa, Jumat saya kira
Minggu. Untung belum masuk ke masjidnya.
Nggak jauh dari masjid Jami itu, di seberang jalannya ada
spanduk besar-besar yang berisi info bahwa ada pameran foto di gedung Indonesia
Mengugugat. Gedung yang dimaksud tepat di samping spanduk itu. Pas nih ada
pameran foto. Masuk ah. Eh tapi tiba-tiba ragu sendiri karena liat nama
gedungnya. Kok menggugat Indonesia ya, apa yang digugat. Masuk… Nggak….
Masuk….Ngak…Masuk….Ngak (hitung sampai 100 kali) dan akhirnya saya putuskan
untuk meneruskan perjalanan saja. Kan tujuan saya Braga.
Dan Taraaaaa.. saya sampai juga di Jl. Braga. Tapi kok belum
terlihat bangunan-bangunan klasiknya dan sepi. Yang ada di depan saya adalah
Bangunan Museum Bank Indonesia. Ooo disini toh museum BI. Dulu pernah
nanya-nanya dimana museum BI Bandung karena ada workshop disini, tapi akhirnya
nggak datang.
Miris deh liat papan nama jalan yang saya nggak bisa
apa-apain, tiba-tiba jadi ingat geng rempong, papan nama kayak gini sih udah
jadi sasaran foto narsis (sisi nggak enaknya solo traveling).
Saya terus jalan, dan sampailah di Braga dengan
bangunan-bangunan dan toko klasik. Bangunan yang sudah ada sejak jaman Belanda,
ada yang masih dipertahankan bentuk aslinya dan ada pula yang sudah mengalami
renovasi. Dan dari sinilah julukan Paris Van Java untuk Bandung muncul. Daerah
ini menjadi tempat tinggal para londo jaman dulu karena memang cuacanya yang
sejuk. Dan di sepanjang jalan Braga ini banyak toko-toko fashion yang sangat
diminati warga Belanda seperti di Paris (memang mereka mengambilnya di paris).
Kini Banyak toko-toko yang berubah menjadi café, meskipun café-café asli jadul
pun masih ada.
Lihat café jadi lapar. Beberapa café banyak dipenuhi Bule,
dan memang dari tadi saya melihat banyak bule. Jl. Braga ini memang jadi tempat
nostalgia orang bule, terutama Belanda karena sejarahnya itu. Jadi bingung mau
makan dimana, malah yang ada dipikiran mau banget makan Hokben * hadeh di
Jakarta juga banyak, cari yang khas dong.
Mau makan di café, nggak enak sendirian, mending nanti
bareng sama teman-teman bandung yang rencananya mau datang. Putar-putar nggak karuan, akhirnya masuk warung
tenda yang judulnya ayam tepung, haduh tepok jidat tapi sudah terlanjur duduk,
yang beginian sih di Jakarta juga banyak. Sudahlah yang penting ganjal perut
dulu wiskul bisa nanti. Mmmmm mmm ternyata sambalnya enak lho, jadi nggak
nyesel deh, pakai acara nambah sambel. (shiny). Buat rekomendasi aja sih tempat
makan yang sambelnya enak ini ada di jalan masuk sebelah Bebek garang. Hehe
Habis makan mati gaya, masalahnya sudah nggak ada
bangunan-bangunan unik lagi dan mulai bingung mau kemana, apalagi cuaca
rada-rada menampakan akan turun hujan. Nunggu teman aja deh dari Bandung,
awalnya mau dijemput di stasiun, tapi saya usul di Braga saja karena mau
merasakan jalan-jalan sendiri dulu.
Akhirnya teman pun
datang, ketawa-tawa lihat saya yang jalan sendirian mati gaya. Nah beginilah
yang namanya solo traveling harus kuat gaya hehehe, rajin-rajin nanya, dan
nggak malu kenalan biar ada temen di perjalanan. Tapi sumpah itu mengasyikan.
“Udah ke gedung tempat konfrensi Asia afrika?” tanya kang
Dani. Nah itu dia yang mau saya datangi, tempat bersejarah yang jadi cikal
bakal pembentukan ASEAN dan Cuma saya lihat di buku sejarah saja.
Ternyata nggak jauh ke gedung itu, tinggal lanjut menyusuri
jalan Braga. Ooo saya pikir sudah tidak apa-apa lagi sehabis perempatan jalan
Braga. Tidak tahunya di ujung Jl. Braga adalah Jl. Asia Afrika, jalan yang
dinamakan based on sejarah yang ada.
Di ujung kanan Jl. Asia Afrika saya nelihat gedung jadul
yang pelatarannya terdapat banyak tiang. Mungkin ini tiang untuk bendera
berbagai Negara. Namun benderanya sedang tidak dipasang. Gedung Merdeka. Saya
membaca nama gedung itu. Yup inilah tempat yang menjadi saksi bisu terjadinya
konferensi Asia Afrika. Hayo masih ingat nggak Negara mana aja dan siapa para
wakil negaranya.
Hebat ya di tahun 19… Paris Van Java sudah jadi tuan rumah.
Sekarang Gedung Merdeka difungsikan sebagai museum. Sebelum digunakan sebagai
tempat konferensu, gedung ini adalah tempat berkumpulnya muda-mudi Belanda
untuk gaul.
Sayangnya Gedung Merdeka ini ditutup karena ini hari besar
nasional, jadi nggak bisa lihat-lihat ke dalam isinya apa. Namun di Pelataran
banyak orang yang berfoto-foto, iya sih karena tempatnya unik.
Saya diajak kesebelah kiri gedung menyeberangi jalan. Mau
tahu nggak ini adalah titik 0 km Bandung. Saya rasa belum tentu orang Jakarta
yang sering ke Bandung tahu dimana 0 km Bandung. Jangankan Bandung 0 km Jakarta
aja nggak tahu. Sama saya juga nggak tahu.
Ternyata tempat ini bersejarah, jalan ini masuk dalam jalan
Anyer-Panarukan yang dibangun Deandels.
Di depan titik 0 km adalah Hotel Savoy Hodman, hotel tertua
di Bandung. Banyak tokoh terkenal yang menginap disini, termasuk menjadi tempat
menginap Favori Presiden Soekarno jika ke bandung. Kepala Negara konfrensi Asia
Afrika pun menginap di sini. Bahkan Charlie Chaplin pun katanya pernah menginap
disini. Udah tua banget kan, mengingat Charlie Chaplin kan bintang film hitam
putih nan bisu. Nanti ya menginao disini, sekarang judulnya kan Cuma seharian
di kota ini.
Ke kanan lagi, sebelah gedung Merdeka adalah alun-alun
Bandung yang satu komplek dengan Masjid Agung Bandung. Ini yang tidak boleh
dilewatkan jika berkunjung ke satu kota.
Duuuh katanya Cuma seharian, tapi tulisannya panjang baget
sih, habis saya ke tempat yang penuh sejarah sih jadi lumayan banyak momen di
dalamnya.
Bersambung ahhh
Selanjutnya bisa nggak ya saya ke Gedung Sate, lalu ke Jl.
Dago surganya factory outlet n kuliner. Terus ke saung angklung Mang Ujo