foto: Okezone |
Dan pagi itu, jelang
perjalanan ke Bromo dari Surabaya ketika fajar mulai menyingsing dari
peraduannya di bulan Oktober. Kami berniat untuk menikmati keindahan matahari
itu dari atas tanggul porong, Sidoarjo tempat dimana lumpur keluar dari perut
bumi.
Tidak ada yang terbersit dari
benak kami para travelling ini selain bisa menikmati matahari terbit diantara
aliran lumpur. Pastinya itu eksotis banget!
Begitu akan menaiki tanggul,
kami langsung dihadang oleh seorang Bapak yang meminta bayaran kalau kami mau
naik keatas. 1 orang masuk 5 ribu rupiah dan biaya parkir mobil 25 ribu rupiahm
jadi total yang harus kami keluarkan utnuk melihat mentari di tempat itu adalah
55 ribu untuk 6 orang.
Kami tidak respect dengan si
Bapak yang meminta uang layaknya preman, akhirnya rencana pun diurungkan. Si
Bapak tetap saja terus meminta bayaran dari kami untuk biaya parkir mobil yang
hanya berhenti beberapa menit di tempat itu dengan gaya premannya. Untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kemungkinan si bapak preman
itu membaretkan mobil sewaan kami, akhirnya kami berikan juga si Bapak itu uang
dengan jumlah yang tentu saja tidak kami sesuaikan dengan permintaan awalnya.
Peristiwa itu membuat mood kami
di pagi hari itu jadi lumayan terganggu. Saat mobil mulai melaju melanjutkan
perjalanan. Di tiap titik dengan jarak beberapa kilometer terdapat
penjagaan yang fungsinya untuk meminta bayaran kepada setiap orang yang berniat
untuk melihat luapan lumpur Sidoarjo.
Sebenarnya ada perasaan iba
yang menyeruak. Ini adalah buah dari bencana, bencana yang belum ada
penyelesaiannya sampai detik itu. Tidak ada yang bisa diharapkan selain 'meminta'
dari orang lain. Itu adalah potret sebagian orang di tengah bencana. Namun bagi orang yang memiliki kreativitas tinggi dan tanpa menunggu dari pemerintah yang juga tidak jelas,sebagian orang lain sudah bisa bangkit dari keterpurukan bencana, memanfaatkan yang ada untuk bisa mempertahankan hidup bahkan lebih dari itu bisa meningkatkan taraf hidup mereka, seperti memanfaatkan lumpur untuk pembuatan guci.
Dan untuk keperluan wisata, ada baiknya bila dikelola secara rapi, bukan dengan cara premanisme seperti itu. Bukan tidak mungkin bila lahan bencana menjadi objek pariwisata yang bernilai jual tinggi bila dikelola secara maksimal.
***
Kini, 6 tahun setelah lumpur
lapindo, luka masih menyelimuti sebagian penduduk disana. Terdengar kabar untuk beberapa investor akan membuka tempat wisata seperti Dufan dan seaworld di salah satu tempat mengerasnya lumpur. Semoga akan menjadi titik kebahagiaan membuka lapangan kerja baru untuk masyarakat Sidoarjo disana.
***
Tag: Jhontiz The Backpacker, Era Dhelapak, Sushe, Syam Rinjani, Ilham Santoso
0 komentar:
Posting Komentar