Ada-ada saja memang ulah para pecinta jalan-jalan ini.Memang jalan-jalan selalu menginspirasi, salah satunya adalah mengoleksi, apalagi yang dikoleksi kalau bukan benda-benda yang ditemui selama dalam perjalanan.
Contohnya adalah teman seorang pendaki gunung, dia mengoleksi batu-batu yang dia temui selama dalam rangka pendakiannya. Koleksinya itu menandakan kalau dia sudah pernah berada di gunung itu. Keren sih jadinya, karena batu-batu tersebut dipajang lengkap dengan informasi dimana didapatkannya, tapi agak seram sih sebenarnya koleksi benda-benda seperti itu karena di beberapa tempat, apalagi gunung hal-hal mistis masih ada dan suka berlaku peringatan, barang siapa yang mengambil benda-benda yang ada di sekitar, kalau perempuan akan dijadikan saudara, kalau laki-laki akan dijadikan suami. Ups salah, maksudnya jangan pernah membawa barang apapun dari tempat ini. Kali dilakukan bisa fatal akibatnya
Nah saya pun akhirnya punya ide mengoleksi setelah susur pantai di Gunung Kidul, Yogyakarta, yaitu mengoleksi pasir pantai. Ternyata kalau diperhatikan pasir pantai itu unik, tidak ada satupun pasir pantai yang sama entah warnanya ataupun teksturnya.Seperti pasir pantai di wilayah gunung kidul itu, meskipun saling bertetanggan, warna dan tekstur pasir itu berbeda. Apalagi ada pasir yang warnanya tidak coklat, putih, apalagi hitam, tapi merah jambu yang adanya di pulau Komodo, Subhanallah yah, Maha besar Allah yang menciptakan keindahan itu.
Saya pun memantapkan untuk menjadi pengoleksi pasir, bukan pengeruk pasir ya, karena yang saya ambil hanya sedikit pasir lalu saya masukkan ke dalam botol-botol cantik, diberi label dan pita. Apalagi perjalanan saya selanjutnya adalah mengarungi beberapa pantai di Makassar dan salah satu tanjung yang terkenal karena pasirnya yang sangat halus seperti tepung.
Di Pantai Samalona pun saya melakukan aksi perdana saya, ternyata bertemu juga dengan seorang traveller yang ternyata pengoleksi pasir, tuh kan memang ada-ada saja kan ulah para traveller dan koleksi mas Andreas ini sudah banyak ternyata. Karena saya nggak prepare tempat, akhirnya saya memasukkan pasir ke botol air mineral yang saya temui teronggok tak berdaya di pulau itu. Tuh kan ternyata masih ada juga yang buang sampah sembarangan, dan aksi saya termasuk yang menyelamatkan bumi dari sampah itu.... huhuhuhhu GR.
koleksi pasir Andreas |
Dan apa yang terjadi selanjutnya, sudah capek-capek pilihin pasir yang nggak ada sampah-sampah daun ataupun ranting, eh botol yang berisi pasir itu tertinggal di dermaga Kayu Bangkoa, karena hebohnya kita terkena badai dalam perjalanan pulang, saya sibuk memeriksa ransel yang basah terkena air laut. Tapi tenang masih ada pasir pantai Tanjung Bira, dan segera membuktikan kalau pasir pantainya memang lembut. tragedi terjadi lagi saya kena bulu babi saat snorkling dan lupa akan pasir. Meminta joinan pasir yang diambil Mba Shelina- teman seperjalan di Makassar, dia pun mengambil penuh pasir di botol air mineral. Namun lagi-lagi saya juga tidak mendapatkan pasirnya, karena pasirnya mengeras di dalam botol dan tidak bisa dibagi ke botol lain.
Ternyata saya tidak berbakat menjadi pengoleksi pasir, maka saya putuskan saja menjadi pengoleksi...kain. Ya, akhirnya setiap pergi ke suatu daerah yang saya cari adalah kain khas daerah tersebut, bahkan kalau bisa pergi langsung ke tempat pembuatannya. Dulu malas untuk membeli kain-kain ini karena tidak ada penjahitnya, sekarang meskipun sudah ada penjahitnya rasanya senang bila berburu kain-kain tersebut karena ternyata punya nilai ekonomis dan bisa dijadikan investasi. Betapa tidak, ternyata ibu saya punya kain-kain daerah yang dulunya beli seharga puluhan ribu sekarang sudah berharga jutaan.
kain songket yang dibeli di Makassar |
Makannya agak mupeng kalau melihat kain, karena harga kainnya lebih mahal daripada ongkos travellignya. Tapi dari itu semua, yang terpenting adalah mencintai kebudayaan daerah sendiri, belajar setiap filosofi yang terkandung dalam setiap kain. Dan menjaga warisan bernilai bangsa, jangan sampai baru belagak peduli kalau sudah ada warisan budaya kita yang diakui negara lain. Hidup budaya Indonesia, hidup pengoleksi kain, hehehe. Ini koleksiku, apa koleksimu?