Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Senja Di Masjid Agung Bangkalan

Selasa, 06 Maret 2012

Backpack Surabaya-Madura-Bromo-Semarang (III)

Colt versi Madura yang membawa kami akhirnya berhenti di sebuah masjid besar, setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit dari pelabuhan Kamal, Madura.  Masih lengkap dengan kacamata hitam dan ransel besar, kami pun turun.

Entah apa yang terlintas di benak orang-orang yang ada di pelataran Masjid itu melihat gaya kami. Kami pun sudah masa bodoh. Terakhir  di kapal fery Surabaya-Madura, kami disebut sebagai turis Malaysia. Hemmmm.



Ketika bingung mau kemana lagi di Madura. (memang sebenarnya juga nggak tahu mau kemana) Masjid adalah tempat yang langsung terlintas di benak. Selain untuk menunaikan ibadah, biasanya masjid besar/agung menyimpan sejarahnya sendiri, yang sayang untuk dilewatkan.

Feels homey

Nggak tahu kenapa ya, saya merasa langsung akrab dengan masjid ini.  Melihat anak-anak kecil yang sedang bermain di pelataran masjid dengan baju muslim/muslimahnya, saya tahu mereka bukan cuma sekedar bermain, pasti mereka habis belajar mengaji. Pemandangan yang juga saya dapatkan di Jakarta, makannya saya langsung merasa seperti di tempat saya sendiri.

Begitu masuk kedalam masjid, pusat perhatian saya langsung tertuju pada mimbar dengan ukiran-ukiran khas Madura yang berwarna kuning keemasan ngejreng (hahhaha) pokoknya Madura banget deh. Seperti melihat Madura di Masjd ini.

Ibu-ibu dengan pakaian khas Madura (kayak apa tuh, maksudnya saya cuma melihat penutup kepala yang memang khas permpuan madura) dengan tasbih di tangan, (rata2 semuanya memegang tasbih, ada yang sambil duduk, ada yang sambil jalan di pelataran)  mereka pun tersenyum ramah kepada kami.

Senja yang lucu

Ada seorang Ibu yang selalu tersenyum ramah pada saya, Saya senyum, Ibu itu tersenyum. Kemudian ibu itu menyapa dalam bahasa Madura, saya tetap tersenyum (bukannya sok ramah tapi karena ngga ngerti dan logat Madura yang memang lucu, miris). Ibu itu tertawa saya ikutan tertawa. Di benak saya, ikutan aja deh tertawa mungkin ada yang lucu. Tapi mungkin di benak si ibu saat tertawa, nih anak kenapa dari tadi senyum-senyum sendiri. Ya udah deh bu bagimu bahasamu dan bagiku bahasaku……

Jadi kita berbahasa dalam tawa, mungkin juga dalam irama dan harmonisasi, kadang tertawa dalam nada rendah kemudian naik 1 oktaf, lalu tiba-tiba mezzo piano dan melengking ke mezzo forte dalam birama 2/4…..pokoknya saya ngerti lah bu apa maksud tawa ibu, hahahhaa.

Angin sejuk menelisip (tunggu deh menelisip itu bahasa apa ya, memang ada di kamus besar bahasa Indonesia??) ketika saya menunaikan sholat (jamak takhir sekaligus qashar, ashar dengan zuhur) sehingga mukena yang saya kenakan pun bergoyang lemah mengikuti hembusan angin , jadi pikirin sendiri ya menelisip tuh apa. Oh Sejuknya, karena memang infrastruktur masjid ini yang dibuat tinggi, jadi kita menaiki beberapa anak tangga sebelum memasuki masjid ini.

Dan saya suka senja ini, rasanya tidak mau berpisah dari Masjid ini kalau tidak ingat waktu yang harus kami kejar untuk kembali ke Surabaya. (pukul 4 pagi esok hari kami harus sudah menuju Bromo)

17.30 waktu Madura, ransel sudah disandang, rencananya Maghrib akan kami Jamak lagi dengan Isya di Surabaya nanti. Namun tiba-tiba terdengar lantunan azan.

Wew, ternyata Maghrib lebih cepat 30 menit daripada di Jakarta. Pantas sudah banyak orang yang mendatangi masjid ini satu persatu. Tanggung akhirnya ransel pun kami lepaskan. Jadi mau tahu juga bagaimana sholat Maghrib di Masjid Agung Bangkalan. Mengingat Bahasa Madura saya jadi senyum-senyum lagi, mudah-mudahan aja bacaan ‘Amin’ tidak diulang-ulang menjadi Min Amin (seperti logatnya bo’ bariah di film unyil) hehehe.

Di Rakaat pertama, Imam pun melantunkan surat Al Fatihah. Ternyata tidak ada sama sekali logat Madura yang terbawa dari lantunan surat tersebut, fasih dengan Qiroah Arabiyah, Subhanallah.  Dan setelah “amiin” yang juga tidak ada logat Madura diulang-ulang (hehehe) akhirnya terdengarlah “Arrahman, ‘Alamal Qur’an…. …” Langsung lemaslah persendian saya, surat yang berarti “Maha Pengasih” itu diperdengarkan, Surat dalam Al Quran yang banyak mengandung arti betapa banyak nikmat Allah yang telah diberikan.

“Fabiayyi’ala i rabbikuma tukadzibaan” 
Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Terbayang perjalanan saya dari kemarin sampai hari ini. Itu nikmat yang Allah berikan kepada saya, Saya masih dalam keadaan sehat wal’afiat sampai sekarang. Perjalanan bukanlah sekedar berjalan ke tempat-tempat yang indah, tapi lebih dari itu untuk melihat sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda.
Tartil dan fasih (tidak ada sedikit pun logat daerah yang terbawa),  Imam itu melantunkan surat Ar Rahman, sampai tidak terasa ada butiran yang menetes di pipi. Hey saya berada di Masjid Imam Bangkalan Madura, tapi rasanya seperti berada di Masjidil Haram ketika Syaikh Sudais, Iman Besar Masjidil Haram melantunkan dengan penuh kekhusyukan surat Ar Rahman (bukan berarti saya sudah pernah ke masjdil haram, tapi cuma nonton di tv, hehe)

Dan sungguh ini senja yang tidak akan pernah saya lupakan……


1 Oktober 2011                   




0 komentar:

 
Copyright © -2012 Alamat Senja All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks