Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Berburu Batik Madura

Rabu, 19 Desember 2012 | 0 komentar

Jam sih baru menunjukkan pukul 6 sore, tapi rasanya seperti sudah lewat tengah malam. Sepi sekali saat saya dan seorang teman keluar dari Masjid Agung Bangkalan, Madura sehabis Maghrib.

Rencananya, kami mau mencari batik-batik khas madura, selain memang jalan-jalan ke Madura.  namun Masjid ini membuat kami betah sejak Ashar sampai Maghrib tiba. Akibatnya toko-toko batik yang berjejer di depan masjid Agung tersebut sudah tutup. 

Aneh juga sih pikir kami, mungkin memang tradisi masyarakat ini. Pantas jalanan sudah sepi karena sudah jarang aktivitas, toko-toko pun banyak yang tutup. Lumayan kecewa tapi mau bagaimana lagi.

Akhirnya kami menyetop sebuah colt yang akan mengantarkan kami kembali ke Surabaya, melewati jembatan Suramadu, Oh ya sebelumnya menuju Bangkalan ini kami menaiki fery dari Surabaya, dan Bangkalan adalah daerah terdekat yang dicapai.

Dalam colt, saya bertanya-tanya pada supir. Ini kali pertama saya ke Madura, begitu juga teman saya yang dari Lampung, tidak tahu jalan sama sekali. Saya pun mengatakan kalau sebenarnya ingin membeli batik Madura untuk oleh-oleh, namun sayangnya toko sudah tutup. Beruntung Pak supir bersedia mengantarkan kami ke toko batik yang lain, karena saat itu penumpang tinggal kami berdua.

Sempat berpikir juga sih untuk menerima atau tidak tawaran Pak Supir, mengingat kami cuma 2 orang perempuan-perempuan dan tidak tahu jalan. Tapi kelihatannya Pak supirnya ini baik, maka tawarannya pun kami iyakan.

"Mudah-mudahan masih buka ya," kata Pak Supir, dan saya pun mengaminkan. Padahal sih maunya juga diantarkan ke pengrajin batiknya sekalian sambil melihat proses pembuatan batik Madura, dan pak supir mengatakan kalau di jam ini sih pekerjanya sudah tidak ada.

Ternyata doa kami dikabulkan, masih ada toko batik yang buka, dan mulailah berburu batik. Disini kami melihat motif batik yang berbeda dari yang pernah saya temui di Jogja atau Cirebon. Motif batik Madura seperti serat-serat kayu, dan warnanya didominasi warna cerah, ngejreng khas batik pesisir. O jadi tambah ilmu saya tentang Batik Indonesia, jadi tidak hanya memakai tapi tau ciri khas batik masing-masing daerah. 

bapak supir colt dan batik Madura

Kebanyakan yang dijual disini adalah kain-kain batik (yang belum dibuat baju) batik cap dan batik tulis, atau kombinasi keduanya. Harganya pun bervariasi, kalau batik cap dijual ditawarkan seharga 35 ribu rupiah, dan batik tulis ditawarkan seharga 120 ribu rupiah.

Duuh seru juga, berburu batik sampai Madura melewati laut dan pulangnya nanti melewati jembatan terpanjang di Indonesia, Suramadu.

Dari sini kami dapat informasi kalau mau ke sentra pembuatan batik Madura, ada di daerah Tanjung Bumi, namun harus pagi kesananya. Wah di lain hari saya pasti kesana untuk melihat proses pembuatan Batik Madura dan menanyakan lebih jauh tentang arti dari motif-motif Batik Madura.

I LOVE TRAVELLING, I LOVE BATIK N I LOVE INDONESIA

Belajar Batik: Batik Lasem dan Batik Tiga Negari

Pas ibu tahu kalau saat ngetrip saya suka mampir liat-liat kain, akhirnya beliau mengeluarkan batik-batik yang ada di lemarinya.

Dan eng...ing...eng terhamparlah kain-kain termasuk batik di hadapan saya. Ada satu yang menarik perhatian, yaitu kain batik yang mungkin bisa dibilang selendang karena ukurannya yang kecil.

Ketika saya bertanya ini kain batik motif apa, asalnya darimana. Ibu menjawab." Nggak tahu darimana, sudah ada di lemari."

Duuh tepok jidat deh, berharap dapat ilmu baru tapi malah 'ngeblank'. Saya pun memperhatikan kain itu dibolak-balik, diteliti kek detektif, sampai pakai kaca pembesar, tetap saja tidak tahu itu motif apa. 

Dan akhirnya baru tahu itu ketika di toko buku membaca buku (ya iyalah di toko buku membaca buku, masa membaca kata hati) tentang batik. Ada gambar batik yang mirip-mirip dengan batik yang ibu punya, keterangan ukurannya pun sama. Gambar itu ada di bab batik Lasem.

Apakah batik Lasem itu? 

Lasem sendiri diambil dari nama daerah di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Karena di wilayah inilah batik-batik tersebut dihasilkan. Ciri khas batik lasem adalah dari warnanya yang kemerahan. Warna merah tersebut dihasilkan secara alami dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di daerah itu. Ada juga yang menyebutkan warna merah tersebut dikarenakan kandungan air yang ada di sana.

Saya mengingat-ingat kain batik ibu, warnanya memang dominan kemerahan, tapi ada warna lainnya.

Saya pun membaca paragraf berikutnya, yang menjelaskan tentang Batik Tiga Negari. Nah katanya ini batik yang mahal dikarenakan berasal dari Tiga Negari atau tiga daerah. Jadi pewarnaan batik tersebut berasal dari tiga daerah, yaitu warna merah dari Lasem, warna biru dari Pekalongan, dan warna soga dari Solo. Jadi prosesnya juga di tiga tempat, pertama di Lasem, kemudian dibawa ke Pekalongan, dan terakhir di Solo.

Dan inilah kain batik milik ibu, ada tiga warna; merah, biru, dan soga (coklat)


koleksi kain ibu
Wow berarti saya punya kain batik yang tergolong mahal, Benarkah ini batik yang dimaksud? Nah pertanyaannya sekarang, ini batik tulis atau cap. (masalahnya kan sekarang banyak batik cap yang motifnya seperti batik tulis) Kalau batik tulis, berarti ibu memiliki benda yang bernilai seni tinggi. Saya sendiri tidak dapat membedakannya. Dan ini adalah tugas saya untuk mengetahui apakah ini batik tulis atau cap dengan pergi ke pengrajinnya langsung. So saatnya saya harus ngetrip ke daerah Lasem. Ada yang mau ikutan?

Tambahan Info lagi nih dari blog tetangga, hehehe, Batik Tiga Negari dijadikan tradisi saat pernikahan, digunakan sebagai hantaran pernikahan. Semakin banyak jumlah batik Tiga Negari yang dibawa, maka akan semakin terpandang. Dan sekarang harganya sudah mencapai 300 ribu sampai 600 ribu rupiah. 

SELAMAT BELAJAR BATIK

Fort Rotterdam - The Fort of Makassar

Rabu, 12 Desember 2012 | 0 komentar

Fort Rotterdam lies in the centre of Makassar. It was built in 1555 in the period of Gowa Kingdom. It provided pretection for the Makassar Kingddom. It used be callaed Benteng Ujung Pandang. When Admiral Cornelius, a Dutch troop leader, occupied Celebes in 1667, he rebuilt it and changed its name to Rotterdam a centre of the goverment.

The architercture of the building at Fort Rotterdam resembles European styles from the medieval era. IV-XVII century. Local people know the fort as Benteng Panynyua. Panynyua means turtle. If sees from air, Fort Rotterdam lokks like a turtle crawling towards the sea.

Fort Rotterdam is now a national archaeological museum. People can see many artifacts and ancient thing in the museu. It is called Museum La Galigo

By PEMCC in Makassar



Be My Ainun

Senin, 10 Desember 2012 | 0 komentar


Apa rasanya ketika ada seseorang yang memberikan mawar dengan kartu yang ketika dibuka bertuliskan “Be my Ainun”
***
Ini adalah kisah tentang apa yang terjadi bila kau menemukan belahan hatimu. Kisah tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang presiden ketiga Indonesia dan ibu Negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun.

Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar, berbakti kepada bangsa Indonesia dengan membuat truk terbang untuk menyatukan Indonesia. Sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas yang dengan jalur karir terbuka lebar untuknya.

Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun yang baginya semanis gula. Tapi Ainun, dia tak hanya jatuh cinta, dia iman pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman.

Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan hidup dua menjadi satu.

Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas.
Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar. Apakah cinta mereka akan bisa terus abadi?

***
Itu adalah penggalan sinopsis sebuah film yang diangkat dari buku berjudul Habibie & Ainun. Buku tersebut ditulis sendiri oleh Eyang Habibie (cie pakai Eyang) yang menceritakan tentang kisah pribadinya dengan istri tercinta. Begitu terbit buku tersebut langsung laris manis diburu pembaca yang ingin tahu tentang kisah mereka sehingga sampai sekarang pun banyak yang belum kedapatan membeli buku ini, termasuk saya.

Ya, pusat perhatian saat itu memang tengah tertuju pada Presiden ketiga Indonesia itu, betapa kesetiaan terlihat jelas, pada saat sang istri sakit dan terus berada di samping sang istri hingga detik-detik terakhir menjelang wafatnya. Kesedihan pun tergambar jelas di wajah Eyang Habibie saat sang istri benar-benar meninggalkannya untuk selamanya menghadap keharibaan Ilahi. Inilah yang semua ingin tahu bagaimana kisah kesetiaan itu sebenarnya.

Menurut penuturan Eyang Habibie sendiri,  bahwa buku tersebut ditulis bukan untuk dibaca, melainkani ditulis untuk keluar dari masalah. Karena setelah sang istri meninggal beliau hanyut dan tenggelam dalam kesedihan. Kesedihan itu memengaruhi sistem dari tubuh manusia. Menurut statistis, kalau tidak hati-hati, yang bersangkutan bisa ikut dengan yang ditinggalkan.
Tidak seperti kebanyakan orang saat ini begitu ditinggalkan pasangan atau sekedar diputuskan cintanya lalu bertekad untuk bunuh diri dan berkata “How do I live without you”

Eyang memberikan inspirasi pada kita semua bahwa kehilangan seseorang yang dicintainya bukan membuat kita haus stuck, tapi harus membuat kita tetap semangat hidup dan terus memberikan arti pada hidup yang sudah dianugerahkan Allah SWT, dan itu tidak mudah.
Bunga tersebut saya dapatkan saat menghadiri acara Meet n greet dengan Reza Rahadian, pemeran Habibie di film tersebut, juga dengan Inneke Koesherawaty sebagai brand ambassador wardah yang menjadi sponsor film tersebut.

Acara tersebut juga sebagai launching ‘Tribute to Love and Life’ yang jika kita share di aplikasi Tribute to Love and Life di facebook Wardah, maka turut menyumbangkan Rp 10.000,- untuk Yayasan Ainun (yayasan untuk bank mata)  selama periode 9 Desember 2012 sampai 9 Januari 2013.

Filmnya sendiri akan tayang serentak pada tanggal 20 Desember 2012. Benar-benar tidak bisa dilewatkan film yang satu ini.

So, rasanya bahagia sekali jika pasanganmu mengucapkan kalimat Be my Ainun…. Karena intinya dia mau kamu menjadi satu-satunya orang yang menamaninya hingga akhir hayat.



PUISI HABIBIE (tanpa judul)
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu. Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi, aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.  Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada, aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.c
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,

Satu Senja Surya Kencana

Senin, 03 Desember 2012 | 6 komentar

Waktu itu
Ketika kaki menapak di titik lelah
Ada helaan nafas yang tertarik mendalam
Lega
karena jalan menanjak episode ini sudah usai
hutan lebat telah berganti menjadi sebuah padang
Datar

Dalam kelebat malu hadir di mataku sang 'putri gunung'
dalam rumpun, tidak satu, tidak dua, tapi hamparan
surga edelwise ada di sini
memenuhi bola mata kota yang sebelumnya hanya melihat rangkaian satu atau dua

Putri  gunung ternyata malu-malu di bulan ini
dalam rumpun hanya ada beberapa mekar
sisanya mungkin luruh ke tanah di terpa hujan
asal jangan ada di ransel para pendaki

Aku tahu ini bukan lembah kasih
tapi keindahan ini mampu menciptakan getar puitis di dalam hati

Sesaat kabut mulai turun
langkah pun terpaksa diseret kembali
merepih menembus kabut
perjalanan belum usai

Dalam cerukan tanah horisontal lembah ini
mencoba membaca jejak untuk mencapai satu titik
yang kadang ada kadang tidak

Barulah ketika latar biru mulai terkembang
awan putih menghilang
refleksi cahaya membuat dia ada di depan mataku
-Gede-
1,5 jam lagi menuju puncakmu

Serasa edelwise lembahmu melambai mengantar kepergianku 
sambil berbisik malu "SELAMAT BERJUANG, 
sampaikan salamku pada angin di atas sana
yang membuatku tidak mampu untuk menatapnya"

.......

dan aku kembali
dalam senyum simpulku seraya mengatakan aku berhasil
jejakku ada di puncak 2958 mdpl
salammu sudah kusampaikan pada angin sana
kamu memang hanya pantas berada disini saja

Senja itu
Kabut kembali bermain riang
Gede kembali menghilang
Hitam memekat dari arah timur
dan air mengguyur tanah

Inikah caramu mencintaiku
mematri jejak untuk tidak meninggalkanmu saat ini
menelanku u mencumbui malammu

Satu episode senja yang tanpa lembayung
tapi cukup bagiku untuk menghela nafas 
menitipkan beban berat dan meninggalkannya disini
di lembah Surya Kencana

**********
november 2012
special thanks to D'del, bang Ary Darmawan yang udah mengantar sampai kesini, juga bubun Hermin atas wind brakernya

'Karena hanya di gunung aku bisa menangis'

Alun-alun Suryakencana, dataran seluas 50 hektar di kawasan gunung Gede Pangrango, yang ditutupi hamparan bunga edelweis. Berada pada ketinggian 2.750 mdpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas/ Gunung Putri






Nonton Cinta Suci Zahrana & Perahu Kertas Cuma Sepuluh Ribu

Jumat, 31 Agustus 2012 | 2 komentar


Senja di hari Selasa, 

Sebenarnya sudah lama tahu dan penasaran ketika melihat di Koran harga tiket film di sebuah bioskop Jakarta, yaitu sepuluh ribu rupiah. Penasaran kan. Yang benar aja.
Sempat nyari-nyari tahu juga sih kok bisa harganya setengahnya dari XXI, jangan-jangan filmnya juga setengah, hehehe.
Dapatlah info, kalau bioskopnya nggak bagus-bagus amat, suka ada tikusnya, dan yang nonton disana tuh pembantu-pembantu rumah tangga gitu, kata Tamara yang rumahnya dekat dari bioskop itu dan info itu juga katanya karena dia juga belum pernah kesana.

Jadi penasaran lagi ketika mbak Eva, teman trip Baduy nonton Ice Age 3D disana dan katanya baik-baik saja. Baiklah daripada tambah penasaran mending didatangi itu tempat.
Tidak terlalu sulit mencari bioskop yang bernama Bioskop Buaran  di daerah Buaran dan saya pun tidak nyasar. Bioskopnya tidak dicampur dengan mall.

Saya memasuki bioskop yang Nampak kelihatan tua, dan langsung teringat akan tiket sepuluh ribu rupiah, wajarlah.
seperti kupon PMI
 Ternyata sudah dimulai film Cinta Suci Zahrana, cepat-cepat membeli tiket di loket dan disodorkan tiket yang bentuknya seperti kupon PMI. Wajar sih sepuluh ribu, kata saya dalam hati lagi.
“Tempat duduknya mbak?” tanya saya.
“Terserah mau duduk dimana saja.” Kata si mbak penjual karcis.
Hihihi penasaran juga.
Masuk ke tempat pemutaran filmnya, layaknya bisokop lain, bangku yang bersusun warna merah dan layar besar di tengah-tengah. AC ada kok  meskipun tidak kencang. Suasana di dalamnya sepi, Kenapa ya? apa karena filmnya nggak bagus, apa memang karena tempatnya nggak begitu terkenal. Saya langsung mengamati satu persatu yang menonton disana, sesuai nggak sama info yang saya dapat. Dan jadi mikir yang nggak-nggak, kalau sepi gini jangan-jangan bisa dijadiin tempat mesum.

Di depan bangku saya ada 2 orang cowok kayaknya sih masih kuliah atau jangan-jangan masih SMA, nggak mungkin juga kan mereka lagi pacaran disini, di bangku seberang sana ada keluarga yang menonton, malah saya tidak menangkap tampang PRT yang menggerombol disana.

Saya pun menikmati film yang diangkat dari novel karya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul sama. Disutradai Chaerul Umam. Agak nggak konsen nonton filmnya, karena banyak sms &bbm masuk. Tapi jujur filmnya gampang ditebak apalagi kalau yang sudah baca novelnya. Jadinya terasa datar-datar saja filmnya. Jadi ingat dengan pernyataan orang-orang yang suka kecewa kalau menonton film yang diadaptasi dari novel karena berbeda dari novelnya. Film ini benar-benar sama dengan novel  tapi malah jadinya terlihat datar, hanya beberapa adegan yang beda.

Nilai plusnya adalah kalimat-kalimat baik yang disuguhkan dalam novel ini, tentang kesyukuran, ketabahan. Dialoh-dialognya menagingatkan penonton untuk selalu bersyukur.
"Bertakbirlah saat suka dan susah"
"Ibumu bisa tegar menghadapi cobaan, bukan karena dia pandai tapi karena bertaqwa."

Dan ketika tiba di adegan pamungkas yang seharusnya membuat penonton menangis karena memang dibuat dengan sedramatis mungkin dengan alunan soundtrack yang menyentuh, saya justru malah ketawa. Karena backsound orang yang tidur ngorok di belakang saya lebih kencang. Sumpah kencang amat.

Dan saya bisa mendapatkan 2 film dengan 1 tiket XXI, lanjut aja ke perahu kertas.
Disini yang menonton lebih banyak keluarga dengan anak-anaknya. Film ini juga adaptasi dari novel karyanya Dee a.k.a Dewi Lestari yang disutradai Hanung Bramantyo.

Scene pembuka membuat saya semangat menonton film ini, yaitu deburan ombak yang di shoot dari bawah sehingga ada efek dekat dari muka kita dan langsung beralih ke pemandangan bawah laut, terumbu karang yang indah dan ikan yang berenang di sekitarnya. Woow.

Akting para pemainnya pun sesuai banget dengan imajinasi saya ketika membaca novelnya. Dee yang juga sebagai penulis skenarionya juga membuat adegan film ini sama, tapi dibuat dengan adanya beberapa kejutan-kejutan dalam adegan  yang membuat saya menjadi berpikir kok beda ya dengan novel tapi ternyata tidak.

Si sutradara yang tampil sebagai cameo di film ini juga mencuri perhatian saya. Sebentar tapi lumayan mengundang senyum bahkan ketawa.

Dan di adegan para tokoh sedang makan di ‘pemadam kelaparan’ mengingatkan saya dengan kantin yang ada di bioskop ini, ya pastinya beda dengan kantin bioskop lainnya.

Akhirnya jam 9 malam, tiba waktunya saya harus pulang, film belum selesai, tapi saya harus pulang sebelum berubah menjadi upik abu di bagian Kugy lagi magang di AdVocado.  Saya pun menuju pintu keluar, namun apa yang terjadi pintunya ditutup. Haaaaaa lewat mana?
Saya lupa kalau film belum selesai pintu keluar pasti belum dibuka dan keluar harus dari pintu masuk tapi saya lupa dimana pintu masuknya. Dan bioskopnya juga beda dari bioskop biasa, mana pintu keluar yang bersamaan dengan toilet prianya gelap. Untung akhirnya ada yang mau pulang juga dan terjebak di pintu keluar yang ditutup itu. Kami bersama-sama mencari pintu keluar dalam kegelapan. Jadi selain ada Kugy, Keenan, Noni, dan Eko, pasti ada pemain figuran lain yang sedang bolak-balik mencari pintu keluar di layar. Dan berakhir kala ada seorang bapak yang menjemput kami dan memberitahu jalan keluar. Tuh kan benar jalan keluarnya tidak biasa. Rasanya sih mungkin si Bapak ini pemilik Buaran ini, bertampang sedikit peranakan dan tidak memakai seragam. Coba saya foto bersama bapak ini, yang kali-kali aja memang pemilik Bioskop yang tidak biasa ini.

Hari ini aku bermimpi,
Aku bermimpi menuliskan buku dongeng pertamaku.
Sejak kamu membuatkan ilustrasi-ilustrasi ini, aku merasa mimpiku semakin dekat.
Belum pernah sedekat ini.
Hari ini aku juga bermimpi.
Aku bisa selamanya menulis dongeng.
Aku bermimpi bisa berbagi dunia itu bersama kamu dan ilustrasimu.
Bersama kamu, aku tidak takut lagi menjadi pemimpi.
Bersama kamu, aku ingin memberi  judul bagi buku ini.
Karena hanya bersama kamu, segalanya terasa dekat, segala sesatunya ada, segala sesuatunya benar. Dan bumi hanyalah sebutir debu di bawah telapak kaki kita.


Itinerary Makassar

Kamis, 09 Agustus 2012 | 5 komentar



Jumat, 23 Maret 2012 Pantai Losari
View: Sunset indah di pantai Losari, makan pisang epe
Rute: dari Bandara Sultan Hasanuddin, naik bis Damri bayar Rp 15ribu, turun di shelter kawasan Somba Opu (kawasan oleh-oleh), tinggal berjalan kaki ke Pantai Losari (tanya-tanya orang sekitar banyak yang tahu)
Waktu saya: Kehilangan sunset pantai Losari karena kesana malam hari. Pesawat delay 30 menit, kelamaan foto-foto di bandara Sultan Hasanuddin yang memang keren dan megah, disambut dulu sama teman-teman Makassar Backpacker di markas, baru motoran menuju pantai Losari. Pengalaman bisa naik motor di kota itu. Horor… karena banyak pengemudi yang nggak mematuhi rambu lalu lintas.
Pantai Losari nggak ada apa-apanya, warna air lautnya  juga abu-abu. Tidak ada aktivias renang disini, beberapa meter bibir pantai dimajukan sehingga terkesan pantai ini tidak memiliki pasir pantai
Tapi pantai ini adalah tempat berkumpulnya remaja Makassar, istilahnya tempat nongkrongnya. Anjungan Pantai menjadi spot yang bagus untuk melihat sunset atau sekedar foto-foto. Kemudian nongkrong di pedagang pisang Epe. Harga pisang epe: mulai dari 2.500 tergantung topingnya. Dan tidak terasa disana sampai lewat tengah malam bersama teman-teman Makassar Backpacker.


Sabtu, 24 Maret 2012, Pulau Samalona
View: Pantai indah, spot snorkeling. Ini adalah gugusan kepulauan Sabaluna, jadi banyak ditemukan pulau-pulau kecil disini, seperti pulau kahyangan dan pulau Kodingereng Keke.


Rute: Naik perahu nelayan menuju Pulau Samalona dari Dermaga kayu Bangkoa. Letak Dermaga tidak jauh dari Pantai Losari. Tarif sewa Kapal Rp 350 ribu, muat 8-10 orang
Waktu Saya:  Karena kami cuma berempat dari Pulau Jawa, untuk membuat irit patungan sewa kapal mengajak teman-teman yang lain, kebetulan ada traveler lain dari Jawa yang mau ke Samalona, jadilah kita berlima ditambah dengan dua orang host Makassar, jadi total bertujuh menyeberang sekitar 20 menit menuju pulau Samalona.
Lumayan indah tempatnya, pantai hijau tosca. Tapi sayangnya dibelakang pantai ini sudah banyak sampah yang mengurangi keindahan pantai ini. Bisa snorkeling di tempat ini tapi tidak berani jauh-jauh karena sudah melihat gulungan awan hitam . padahal spot bawah laut yang bagus di dekat mercusuar , karena kami juga tidak menggunakan life jacket. Alat snorkeling bawa sendiri dan pinjam J tapi kalaupun tidak, disini disewakan peralatan snorkeling lengkap, Rp 30 ribu-35 ribu.
Ada penginapan di pulau Samalona, tarif Rp……
Tengah hari kami memutuskan untuk menyudahi petualangan di Samalona karena harus bergegas menuju tanjung Bira, juga karena langit benar-benar menghitam, dan akhirnya ditengah perjalanan laut kembali menuju dermaga Kayu Bangkoa, kami dihantam badai.
Untungya air lautnya tidak benar-benar bergejolak, perahu juga masih tetap pada jaurnya meskipun air hujan banyak memasuki perahu dan kami cuma bisa berdoa selamat sampai di dermaga.


Minggu, 25 Maret 2012, Tanjung Bira
View: Pasir putih halus yang dikenal dengan pasir bedak. Spot snorkeling di pulau Liukang, sewa perahu Rp 300 ribu. Spot Diving di pulau Kambing, sewa perahu Rp 500 ribu dari Tanjung Bira.

Before Sunrise

Pejalanan menuju Tanjung Bira
Maju mundur untuk berangkat ke Tanjung Bira karena transportasi yang mahal, saat itu yang kami tahu untuk menuju kesana harus menyewa mobil, tarif sewa mobil sekali jalan Rp 350 ribu dan kami hanya berempat. Berarti masing-masing kami harus mengeluarkan Rp 87.500 untuk sekali jalan, belum biaya pulang, sewa penginapan, sewa kapal untuk menuju spot snorkeling.  Tapi the show must go on, sudah sampai sini tidak ke Tanjung Bira cuma alasan tariff yang mahal nanti bakal menyesal. Yang penting pergi dulu masalah transport pulang dipikirkan nanti, tidak harus menyewa mobil kan tapi bisa mencari alternative angkutan lain (angkot hanya ada sampai sore)
Dan selalu ada jalan untuk jalan-jalan. Ternyata ada mobil yang mau mengantarkan kami sampai Tanjung Bira dengan tariff PP 100 ribu. Selepas ashar kami berempat berangkat dengan ditemani 1 host teman Makassar.
Rute: Tanjung Bira berada di kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Ini berarti kami sudah keluar dari Kota Makassar, menuju timur wilayah Sulawesi Selatan. Lama perjalanan 6 jam dan akan merasakan asyiknya di perjalanan J, secara tidak langsung akan dibawa menyusuri daerah-daerah di Sulawesi Selatan dan kami menikmati pada perjalanan pulang keesokan harinya.
Fakta: Ternyata mobil Kijang/Panther itu merupakan omprengan antar kota dan Kabupaten.  Tidak perlu menyewa 1 mobil. Mobil ini banyak ditemui di terminal Daya atau bisa janjian dengan supir omprengan untuk menjemput di daerah tertentu. Biasanya omprengan ini hanya mengantarkan sampai ujung Kabupaten Bulukumba dan untuk menuju Tanjung Bira naik angkutan lagi. Tapi bicarakan saja dengan sang supir kalau kita mau sampai langsung di Tanjung Bira. Tarif sekali jalan: Rp 50-60 ribu. Telp. Supir omprengan:


Senin, 26 Maret 2012, Rammang-Rammang

View: Gugusan Karst terluas, Taman Batu, Taman Bidadari (telaga biru yang ada kunang-kunang indah di sore hari J) Bulu Baraka (Goa telapak Tangan, peninggalan Manusia Purba), menikmati sensasi menyusuri sungai asin (view seperti sungai Halong Bay, Vietnam)
Rute: naik petepete ke terminal daya, ongkos Rp 3ribu. Dari terminal Daya, naik pete-pete jurusan pangkep (pete-petenya ada tulisan Pangkep) tarif 9 ribu. Total perjalanan 2 jam.
Tarif: masuk lokasi gratis. Naik perahu 50-150 ribu.
Waktu saya: Dari semua tempat yang saya kunjungi di Sulawesi Selatan, ini yang paling favorit menurut saya, penuh petualangan, penuh hikmah. Kalau tidak mau capek dan mau sampai Bulu Baraka lebih baik langsung menyewa perahu yang menyusuri sungai asin

Selasa, 27 Maret 2012.
Fort Roterdam, Somba Opu dan menghindari aliran massa besar-besaran yang mau Demo BBM
Benteng peninggalan Belanda tempat yang Pangeran Diponegoro ditahan.
Dari sini dekat dengan shelter bus menuju Bandara

PULANG
Dan yang paling mengesankan Trip ke Makassar adalah perjalanannya. Sunyinya tatkala terkena badai Samalona (karena tidak ada yang bersuara semuanya sibuk berdoa), Tricky naik Taksi dari Dermaga Kayu Bangkoa karena tidak ada taksi yang mau mengangkut kami yang basah kuyup. Heboh selama 6 jam perjalanan menuju Tanjung Bira karena belum dapat penginapan, kejar-kejaran dengan waktu di Tanjung Bira, terkena sengatan bulu Babi, kehilangan bungkusan yang berisi pakaian dan uang, sandal gunung copot di Ramman-rammang. Merelakan 1 itin ke karena menghindari massa yang akan demo besar-besaran untuk kenaikan BBM, dan yang paling mengebohkan adalah perjalanan dari Surabaya menuju Makassar, hhohoh tidak cukup untuk menceritakan itu semua.
Terima kasih untuk teman-teman rempong di Makassar: Tulus Traveller (Surabaya), Shelina Ariastari (Malang), Dungga Frederich (Jakarta), juga teman di Samalona Andreas Setiawan (Jember).
Dan Tak lupa ucapan terima kasih untuk host-host dari Makassar Backpacker: Ridho Amal, Fatih Ibrahim, Ella Ekatarina, Azlam Nass

BADUY DALAM: KEPALA SUKU, NYAMUK, DAN BINTANG JATUH

Minggu, 08 Juli 2012 | 0 komentar



Beda perjalanan, beda pula ceritanya

Ini cerita lain tentang Baduy, sebuah suku pedalaman yang mendiami Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten. Cerita ini pun dituturkan oleh teman yang berbeda perjalanan dengan saya saat trip ke Baduy.

Taman saya ini pergi di saat musim panen yang sebenarnya tertutup untuk umum. Lho kok bisa pergi kesana. Ya dikiranya teman saya dan rombongannya ini memang ada keperluan khusus dengan kepala suku, maka bisa diterimalah romongan ini.

Maka di hari Minggu pagi itu berbondong-bondonglah rombongan teman ke tempat kepala suku dengan membawa oleh-oleh, seperti kain kafan, menyan, dan sirih ( yang sebelumnya sudah diberitahu kalau harus membawa ini jika ingin menghadap kepala suku). Agak horor juga sih, tapi itulah budaya pada masyarakat Baduy Dalam.

Tempat kepala suku agak berbeda dengan rumah-rumah penduduk Baduy dalam lainnya yang berderet. Rumahnya agak menyendiri dan menghadap ke arah yang berbeda. Saya pun melihatnya saat trip kemarin, meskipun pada saat itu hanya bisa melihat dari kejauhan. Karena memang tidak sembarangan orang bisa bertemu dengan kepala suku . Lalu kenapa teman saya bisa, ya itu tadi karena dikiranya ada keperluan khusus. Padaha sih sebenarnya nggak, murni cuma traveling saja.

Gambaran dalam rumahnya itu seperti yang dituturkan teman saya itu, tidak jauh beda dengan rumah-rumah dukun yang ada di TV-tv. Pakaian si dukun… sedangkan di belakan g kepala suku ada sang istri yang sibuk bermain-main dengan kucingnya.

Pertanyaan yang pertama keluar dari mulut sang kepala suku adalah “ Ada keperluan apa?”
Karena memang tidak ada keperluan –keperluan khusus, makanya teman dan rombongannya hanya menjawab semoga mereka selamat dan sehat sampai di rumah nanti. Selesainya pun teman dan rombongan di beri oleh-oleh semacam minyak wangi yang kegunaanya untuk..
Banyak orang yang datang memang ada keperluan khusus, jangan salah artis-artis baru yang ingin terkenal juga sering mendatangi kepala suku di Baduy dalam ini, rela berjalan belasan kilometer hanya untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tidak hanya itu beberapa nama politisi juga tersebut pernah menemui kepala suku Baduy dalam ini.

Kalau kalian sudah pernah menginap semalam saja di Baduy dalam perhatikan deh nyaris tidak ada nyamuk disana. Iya juga ya saya jadi mengingat-ingat ketika teman menanyakan pertanyaan itu. Tidak ada nyamuk, apalagi kecoa di rumah-rumah suku baduy. Dan kali tempat kami buang air pun bersih tidak ada hewan-hewan yang menjijikan.

Kenapa begitu, jawabannya adalah bahwa penduduk Baduy Dalam mengumpulkan hewan-hewan tersebut di satu tempat. Bagimana caranya? Tidak tahu J  Bahkan setan pun ditempatkan di satu tempat sehingga tidak berkeliaran. Jadi penduduk baduy tidak pernah melihat wujud yang namanya setan seperti kuntilanak, pocong,dan genderuwo , apalagi suster ngesot dan suster keramas.

Makannya kalau kita menemukan sign dilarang masuk, ya lebih baik patuh pada larangan itu karena mungkin disitulah letak setan-setan, nyamuk, kecoa, dll dikumpulkan.

Dan yang menarik lagi jika berkunjung ke Baduy Dalam, bangunlah pada jam 3 dini hari. Kemudian keluar rumah dan menengadahlah.  Akan ada pemandangan spektakuler, yaitu bintang jatuh .  Bayangkanlah adegan seperti di drama Meteor Garden.
Seperti apa rasanya heheh tidak bsa difoto karena Baduy dalam terlarang untuk hal-hal seperti itu,, Jika ingin merasakan sensasinya datang saja ke perkampunan Baduy Dalam, desa Kanekes….


Ada Super Junior di Baduy Dalam

Rabu, 20 Juni 2012 | 0 komentar


Sudah lewat maghrib ketika kami sampai di desa Cibeo, tempat bermukimnya penduduk dari suku Baduy dalam. Ini adalah perkampungan Baduy dalam yang letaknya paling dekat dari Baduy luar. Paling dekat disini hitungannya telah melewati 4 bukit 3 lembah sejauh 12 km, dan telah memakan 1 korban kaki kram tapi masih bisa melanjutkan perjalanan, namun 1 orang lainnya terpaksa turun lagi ke desa Cibolegar (desa paling luar), untung masih di awal perjalanan dan kami mengikhlaskannya dengan berat hati.

Dari Baduy luar ke Baduy dalam kami memang harus berjalan kaki. Permasalahannya bukan karena tidak ada ojek yang bisa mengantarkan,namun karena dalam radius beberapa kilometer itu tidak boleh ada kendaraan beroda yang lewat. Kini,tersisa 19 orang perempuan perkasa :) dan 2 orang pemandu jalan yang beberapa langkah lagi akan merasakan hidup bersama suku Baduy dalam. Seluruh kamera kami masukan dan handphone pun dimatikan, karena desa Baduy dalam terlarang untuk benda-benda seperti itu dan kami pun mematuhinya.

Dag..dig…dug…dag..dig…dug
Duh perasaan saya  campur aduk karena akan segera bertemu dengan suku yang termasuk primitive dengan segala larangan-larangannya. Rombongan dibagi 2 yang akan bermalam di 2 rumah yang berbeda. Saya dan kesembilan teman perempuan yang satu kelompok segera memasuki sebuah rumah yang ditunjuk, rumah paggung yang bahan bangunannya terbuat dari kayu tanpa paku. Silahkan pikirkan bagaimana rumah ini bisa berdiri tanpa paku.

Suasana temaram, karena hanya diterangi dengan lilin menyambut kami memasuki rumah paggung , sangat membantu untuk menutupi muka-muka yang kucel. Selain kami ternyata sudah ada rombongan lain di rumah itu.

“ Selamat datang teman-teman, sory rumahnya seperti ini.”  Sambut seseorang. Kang Uci, guide kami pun memperkenalkan bahwa dia adalah anak pemilik rumah ini yang tidak lain adalah suku dari Baduy dalam.

Whaaaaaaaaaaaaaaat
Untungnya saya berteriak dalam hati jadi nggak bikin heboh.  Itu suku Baduy dalamnya. Saya mereview lagi ucapannya barusan ada kata-kata Sory, sebuah kata dalam bahasa Inggris. Wow, ternyata kami tidak perlu penterjemah untuk berkomunikasi dengan mereka, padahal sebelumnya kami membahas dengan bahasa apa kami berkomunikasi, karena mereka berbicara dengan bahasa Sunda yang sulit dimengerti. Dan sekarang jangankan bahasa Indonesia, mereka pun bisa berbahasa asing.

Penjelasan kang Uci pun melepaskan rasa penasaran saya, bahwa beberapa dari mereka sudah bisa berbahasa Indonesia.

“Pokoknya tanya aja apa yang mau ditanyakan. Ganteng kan?” kata kang Uci lagi.
Dan saya pun jadi merhatikan sosok yang memakai baju putih di depan saya. Iyah beneran ganteng. Dan saya nggak menyangka kalau dia adalah suku Baduy dalam. Saya mulai mencari-cari pembandingnya. Wah kalau begini sih boyband Smash juga lewat. Cari-cari lagi pembandingnya. Siwon Super Junior.. yup kayaknya ini yang tepat untuk menggambarkannya. Padahal saya juga nggak tau Siwon Suju yang mana. Tapi pernyataan saya tidak dibantah oleh seorang teman. Beneran mirip Siwon Suju. Hehehe. Aduh ternyata ada Super Junior di Baduy dalam.

Bersambung ahhhhh……………

Lontong Kupang yang Bukan dari Kupang, NTT

Senin, 11 Juni 2012 | 2 komentar

Membaca tulisan Lontong Kupang, mungkin langsung menebak bahwa ini adalah makanan khas kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Namun ternyata bukan.

Lontong Kupang adalah makanan Khas Sidoarjo atau bisa juga ditemukan di Surabaya. Kupang yaitu  hewan laut seperti kerang dan bentuknya kecil –kecil. Dan yang untuk kuliner ini adalah kupang putih nama kerennya Corbula faba H. Kalau diperhatiin sih si kupang ini nggak putih-putih amat, namun cenderung coklat sesudah atau sebelum dimasak, namun ketika sudah dimasak bagian kepalanya berwarna hitam.

Kupang ini hanya ditemukan di perairan Sidoarjo, makannya menjadi makanan khas Sidoarjo dan tidak ditemukan di tempat lain, kecuali tetangganya seperti Surabaya.

Agak meringis saat pertama kali menncicipi makanan ini karena rasanya agak asam-asam. Namun rasa asam ini bukan berasal dari kupangnya, namun dari kuahnya yang memang dipakaikan jeruk nipis. Selain itu kuah lontong Kupang ini juga diberi petis, bumbu khas Jawa Timur.

Rasa lainnya ketika memakan makanan ini, agak gerenjel-gerenjel (bahasa apa tuh) saat kupangnya memasuki mulut.  Saya memakan makanan ini bersama sahabat bromo di Sidoarjo

Sebagai pelengkap, bisa menyantapnya dengan sate kerang (lagi-lagi kerang) dan kelapa muda bulat.

Harga

Rp 7000/porsi


Oleh-oleh Badung: Klappertaart DenHaag


Sebenarnya ini bukan panganan asli Bandung, tapi apa sih yang nggak ada di Bandung, surganya kuliner. Klappertaart adalah makanan asli dari Manado, Sulawesi utara. Makanan ini merupakan sentuhan Kolonial saat berkuasa disana, namanya aja kan berbau-bau Londo.

Klapertart berbahan dasar kelapa muda yang diiris tipis dan direbus, lalu dicampur dengan adonan mentega, susu, dan terigu. Kemudian dikukus. Namun ada juga klapertart yang dipanggang, salah satunya klappertart Deenhag ini, (meslipun ada juga yang dikukus).

Toping atasnya bermacam-macam, ada yang diberi kismis, kenari, kacang mete, keju, atau kelapa muda seperti bahan dasarnya.

Klapertaart ini tahan selama 4 hari bila disimpan didalam kulkas. Dan lebih tahan lama yang dipanggang daripada yang dikukus, kata mbak penjualnya.  Yang panggang tahan bila tidak dimasukkan ke dalam kulkas. Tapi memang enak dimakan dikala dingin, kelapa mudanya terasa dingin.

Klappertaart ini bisa ditemukan di daerah Dago lebih tepatnya di Jalan RE. Martadinata no. 22. Awalnya saya juga nggak sengaja ke tempat ini, padahal mau beli oleh-oleh khas Bandung yang sudah terkenal, tapi ternyata makanan ini pun sudah menjadi oleh-oleh yang cukup digemari sejak beberapa tahun lalu,

Harga:
Klappertart panggang 43.000/loyang

Rafting di Sungai Pekalen

Kamis, 31 Mei 2012 | 0 komentar


Ini rangkaian pertama saya dalam perjalanan menuju Gunung Bromo, yaitu menyempatkan untuk merasakan rafting atau bermain Jeram di sungai yang bernama Pekalen - Probolinggo, Jawa Timur.

Dari Surabaya, kami harus menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam untuk mencapai tempat tersebut, pakai acara nyasar pula, jadi ada ekstra waktu nyasar. Pokoknya nggak ada nyasar nggak rame. Seru juga sih perjalanannya, apalagi semobil bersama kelima orang dari berbagai daerah yang baru dikenal hari itu juga. Nggak nyangka bisa langsung klop dengan mereka-mereka itu, apapun diceritakan di mobil dengan logat Jawa berganti logat sunda, atau logat Jakarta yang diJawa-jawain, dan yang nggak klop ngomong lo gue dengan logat Jawa maksa. Haha guys inget nggak kejadian ini, sumpah kalau ingat itu pasti akan senyum-senyum sendiri.

Rafting di Pekalen terbagi 2, yaitu pekalen atas dengan jarak tempuh 12 km dan pekalen bawah sepanjang 7 km. Dan yang dipilih adalah rafting di pekalen atas yang akan memakan waktu 3 jam.

Satu perahu karet hanya diisi  3-4  orang plus 1 orang guide.  Sebelum rafting, dijelaskan aba-aba rafting, yaitu Boom, agar kita menunduk, dayung maju, dayung mundur, dll.
Ini pertama kalinya saya merasakan yang namanya Rafting, lumayan tegang dan was-was akan kuat nggak staminanya, ditambah stamina sudah lumayan terkuras untuk tertawa di dalam mobil yang membuat sakit perut. Dan ketegangan saya dimanfaatkan oleh guidenya…hmmmmm

Sungai pekalen tidak begitu lebar, baru beberapa menit berjalan, saya sudah melihat air yang terjun indah dari atas. Katanya sih sungai ini memiliki 10 air terjun. Silahkan hitung sendiri ya kalau kalian berkesempatan ke tempat ini. Saya sendiri tidak sempat menghitung karena bisa tiba-tiba dalam perjalanan ada jeram yang membuat perahu berubah arah dan membuat kita harus konsentrasi mengikuti aba-aba guidenya kalau nggak mau kepala kepentok batu-batu karang atau tebing air terjun. Whoooo seru! apalagi kalau masuk ke dalam air terjunnya.


masuk ke belakang air terjun
Untuk Jeram, sungai yang airnya berasal dari mata air Gunung Argopuro ini memiliki 55 jeram. Hitung sendiri lagi aja yah. Yang mana sih yang dimaksud jeram, pokoknya kalau kita teriak karena perahu meliuk-liuk atau tiba-tiba kita harus melalui turunan itulah yang dinamakan jeram.
foto di bawah air terjun, di belakangnya goa kelelawar 
Dan ini ritual terakhir rafting pekalen, terjun dari tebing setinggi 4m. Ahhhh kecil, wqwqwqwq, tapi sumpah coba aja dan ini ekspresi-ekspresi ketakutan tapi menyenangkan.

kelihatannya pendek, tapi.......


Untuk terjun menerjun ini tidak sembarangan tempat, guidenya sudah memastikan kedalaman air di tempat kita terjun, sehingga aman bila kita akan terjun.

Rafting selesai ditutup dengan perpisahan dari jeram yang bernama jeram inul, sensasinya katanya sih seperti berjoget inul, tapi menurut saya kayak apa yaaa…


Kreasi Fashion Sarung Sutra Bugis

Rabu, 30 Mei 2012 | 0 komentar

Lagi buka-buka majalah lama sepulang dari Makassar, nemu gambar ini nih baju yang dibuat dari sarung dan sepertinya sarung sutera Bugis, khas Makassar. Kok ya kebetulan ya, lumayan kan buat inspirasi.


Semula, Sarung sutera Bugis hanya digunakan sebagai kain atau bawahan padanan dari Baju Bodo, pakaian tradisional Sulawesi Selatan.

doc: internet



Namun berkembangnya industri mode di Indonesia, kain-kain tersebut pun dibuat lebih modern dan estetika.
Dan inilah hasilnya
foto: Majalah Koleksi Pribadi
doc: internet

dan ada sarung sutra bugis oleh-oleh Makassar yang sudah dijahir Mba Era Dhelapak diantara deretan tamu-tamu undangan itu :), hayo yang manakah itu?? Keren yaa



Wisata ke Lumpur Lapindo

Selasa, 29 Mei 2012 | 0 komentar


foto: Okezone
6 tahun sudah bencana bocornya lumpur PT. Lapindo Brantas di Sidoarjo, Jawa Timur. Ada elegi yang masih tersisa, karena di 6 tahun bencana masih ada beberapa korban lumpur yang belum mendapakan ganti rugi atas kehilangan harta benda juga pekerjaan, bahkan nyawa.

Dan pagi itu, jelang perjalanan ke Bromo dari Surabaya ketika fajar mulai menyingsing dari peraduannya di bulan Oktober. Kami berniat untuk menikmati keindahan matahari itu dari atas tanggul porong, Sidoarjo tempat dimana lumpur keluar dari perut bumi.

Tidak ada yang terbersit dari benak kami para travelling ini selain bisa menikmati matahari terbit diantara aliran lumpur. Pastinya itu eksotis banget!

Begitu akan menaiki tanggul, kami langsung dihadang oleh seorang Bapak yang meminta bayaran kalau kami mau naik keatas. 1 orang masuk 5 ribu rupiah dan biaya parkir mobil 25 ribu rupiahm jadi total yang harus kami keluarkan utnuk melihat mentari di tempat itu adalah 55 ribu untuk 6 orang.

Kami tidak respect dengan si Bapak yang meminta uang layaknya preman, akhirnya rencana pun diurungkan. Si Bapak tetap saja terus meminta bayaran dari kami untuk biaya parkir mobil yang hanya berhenti beberapa menit di tempat itu dengan gaya premannya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kemungkinan si bapak preman itu membaretkan mobil sewaan kami, akhirnya kami berikan juga si Bapak itu uang dengan jumlah yang tentu saja tidak kami sesuaikan dengan permintaan awalnya.

Peristiwa itu membuat mood kami di pagi hari itu jadi lumayan terganggu. Saat mobil mulai melaju melanjutkan perjalanan. Di tiap titik dengan jarak beberapa kilometer terdapat penjagaan yang fungsinya untuk meminta bayaran kepada setiap orang yang berniat untuk melihat luapan lumpur Sidoarjo.

Sebenarnya ada perasaan iba yang menyeruak. Ini adalah buah dari bencana, bencana yang belum ada penyelesaiannya sampai detik itu. Tidak ada yang bisa diharapkan selain 'meminta' dari orang lain. Itu adalah potret sebagian orang di tengah bencana. Namun bagi orang yang memiliki kreativitas tinggi dan tanpa menunggu dari pemerintah yang juga tidak jelas,sebagian orang lain sudah bisa bangkit dari keterpurukan bencana, memanfaatkan yang ada untuk bisa mempertahankan hidup bahkan lebih dari itu bisa meningkatkan taraf hidup mereka, seperti memanfaatkan lumpur untuk pembuatan guci.

Dan untuk keperluan wisata, ada baiknya bila dikelola secara rapi, bukan dengan cara premanisme seperti itu. Bukan tidak mungkin bila lahan bencana menjadi objek pariwisata yang bernilai jual tinggi bila dikelola secara maksimal.


***
Kini, 6 tahun setelah lumpur lapindo, luka masih menyelimuti sebagian penduduk disana. Terdengar kabar untuk beberapa investor akan membuka tempat wisata seperti Dufan dan seaworld di salah satu tempat mengerasnya lumpur. Semoga akan menjadi titik kebahagiaan membuka lapangan kerja baru untuk masyarakat Sidoarjo disana.
***

Tag: Jhontiz The Backpacker, Era Dhelapak, Sushe, Syam Rinjani, Ilham Santoso
 
Copyright © -2012 Alamat Senja All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks