Twitter Facebook Google Plus LinkedIn RSS Feed Email

Perjalanan Menikmati Mahakarya #BatikIndonesia di Kota Batik Dunia

Sabtu, 08 Oktober 2016

Dimanakah kota batik dunia??

Kereta yang membawa saya dari Jakarta ke kota ini tiba di pagi hari. Selalu saja ada haru dalam rindu ketika menjejakkan kaki disini. 

Dua tahun yang lalu, tepatnya di  tahun 2014 kota ini dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia oleh World Craft Council (WCC)/Dewan Kerajinan Dunia, karena sebagai pusat kerajinan batik dinilai lengkap, memiliki sisi sejarah, seni, hingga pengrajinnya yang memiliki nilai ekonomi.  Dan saya baru tahu sekarang-sekarang ini. Duh, generasi penerus bangsa macam apakah saya ini. Katanya cinta akan batik Indonesia, cinta pada kota ini, dan punya cita-cita untuk suatu saat tinggal di kota ini. tapi kok tidak tahu prestasi yang diperoleh.


Beberapa kali  ke kota ini, tapi sepertinya saya luput untuk mengunjungi sebuah tempat. Gaungnya memang agak kurang terdengar, kalah tenar dengan pariwisata lainnya. Padahal tempat ini menyimpan sejarah dan mahakarya Indonesia. Dan kali ini, perjalanan  saya adalah untuk  menikmati mahakarya itu di kota batik dunia. Yogyakarta.



  Museum Batik Yogyakarta 



Saya hampir tidak tahu ada museum batik di Jogja. Survei  tidak sengaja pun membuktikan dari  4 orang Jogja  (mbak teman sebangku di kereta, petugas keamanan stasiun Lempuyangan, bapak ojek, bapak tukang kopi dekat stasiun Lempuyangan ) yang saya tanyai tentang rute jalan menuju museum, 1 orang menjawab tidak begitu, sisanya menjawab tidak tahu sama sekali ada museum batik Yogyakarta. OMG.

"Di Flyover sana sudah jalan Dr. Sutomo, tapi saya kurang tahu museum batiknya," kata bapak petugas keamanan stasiun Lempuyangan sambil menunjuk arah flyover.


Barulah letak dan rute tempat ini saya dapatkan dari ibu penjual gudeg. “Saya juga waktu itu ndak sengaja lihat, ada museum batik disana. Kalau ndak juga saya ndak tahu. Deket kok dari sini kira-kira 400 meter. Belok kanan dan ikuti flyover, ketemu sampai bangjo kedua, disitu tempatnya.”

Menyusuri jalan sesuai petunjuk Ibu penjual Gudeg juga seorang teman di media sosial untuk mengikut jalan di bawah fly over. Menikmati Jogja di waktu pagi. Akhirnya saya sampai juga. Tempatnya satu area dengan hotel batik. Ahh lumayan dekat dari stasiun Lempuyangan. Sayang memang tidak ada penunjuk ke museum dari stasiun lempuyangan.


Saya  mau menangis karena melihat museumnya tutup. Huaaaaaah. Untunglah saya bertanya pada bapak yang sedang duduk-duduk di depan museum. “Buka mbak, ada didalam, masuk ke sebelah kanan,” Jawabnya dengan nada yang halus. Bapak itu pun mengantar saya dan taraaaaa, museumnya buka.


pintu museum ada di bagian samping
Dan saya adalah pengunjung pertama di museum batik Yogyakarta pada tanggal 6 Oktober 2016 sekaligus yang kepagian karena museum baru buka pada jam 9, dan itu 10 menit lagi. Saya dipersilahkan menunggu di lobi sambil menunggu guide museum siap. 

Ketika mbak Bunga, guide saya dari museum mempersilahkan memulai penjelajahan museum, datang rombongan turis asing. Mbak Bunga pun menanyakan apakah saya ingin langsung masuk atau bergabung bersama rombongan yang baru datang. Saya memilih untuk bersama-sama saja, rasanya akan lebih seru bertemu dengan teman baru.

Teman baru saya adalah Ashley dan Nathalie dari Australia, Lisa dari Belanda, dan Gangges asli Jogja yang menjadi pemandu mereka di Jogja. 

Museum ini didirikan pada tahun 1979. Waktu mencari informasi di Internet sekitar tahun 2014, tidak ada informasi tentang museum batik di Jogja (ternyata website museum batik baru dibuat di akhir tahun 2014), begitu pun teman saya yang asli Jogja tidak mengetahui ada museum batik. Memang museum ini bukan milik daerah, tapi museum pribadi yang didirikan oleh Bapak Hadi Nugroho dan Ibu Dewi Sukaningsih karena keprihatinannya pada batik print yang di tahun 70-an sudah bermunculan. Untuk menyelamatkan batik tulis dibangunlah museum ini. 

Di bagian awal museum, kami diperkenalkan pada bagaimana proses pembuatan batik. Saya melihat teman baru saya sangat serius mendengarkan penjelasan mbak Bunga. Kembali saya mengingat pengunjung yang mengisi buku tamu di museum ini, kebanyakan berasal dari negara lain.
tulisan di tasnya Ashley, kadang bule lebih mencintai Indonesia lho dibanding orang Indonesia sendiri








Ternyata canting untuk membatik ada bermacam-macam, memliki fungsi yang berbeda. Dan baru kali ini saya melihat bahan-bahan pewarna alami untuk membuat batik, meskipun sudah dalam keadaan kering. Dulu batik menggunakan pewarna alami sehingga hasilnya lebih natural, ada pace untuk pewarna merah, soga untuk warna coklat kekuningan, indigo untuk warna biru, dan lain sebagainya.

Selesai itu barulah kami diperlihatkan koleksi-koleksi batik Indonesia. Serasa kembali ke masa silam, Batik Indonesia disini bukan hanya batik berumur puluhan tahun, melainkan sudah ratusan tahun. Mulai dari tahun 1700-an.  Seperti batik Jogja yang sedang saya lihat terapampang informasi dibuat pada tahun 1809. Sayangnya batik yang berusia lebih dari 3 abad tidak diletakkan disini, melainkan sudah di tempat khusus. Tapi saya diberi gambaran, bahwa batik tersebut merupakan perpaduan antara lukisan dan torehan batik yang ada di sekelilingnya. Perpaduan antara seniman indonesia dan China. Inilah perjalanan mahakarya batik Indonesia dalam rentang kurun ratusan tahun.



batik di bungkus palastik dan diletakan di lemari kaca
Mbak bunga menjelaskan batik-batik yang ada disini. Menjelaskan perbedaan batik pesisir dan batik keraton. Perbedaan keduanya tampak jelas, dari warnanya saja sudah dapat dibedakan. Batik pesisir lebih colourfull  memakai warna hijau, biru, merah, bahkan merah muda. 

Sedangkan batik keraton hanya terpaku pada warna soga dan hitam. Batik Keraton sendiri dibedakan antara batik Jogja dan Solo, meskipun memiliki nama motif yang sama, tapi ciri khas masing-masih tetap berbeda  terutama dari sisi warna. Mbak Bunga mengajak kami meihat motif batik ‘Wahyu Temurun’ kemudian diperihatkan perbedaannya antara Wahyu Temurun versi Solo dan versi Jogja. Warna batik Solo lebih didominasi warna coklat kekuningan (soga), sedangkan Wahyu Temurun Jogja terdapat warna hitam, putih, dan coklat.

Di setiap batik ada informasi nama motif batik, tahun pembuatan, asal daerah, dan nama pembatiknya. Ada batik yang ditulis oleh E.V. Zuylen seorang Belanda, beberapa nama pembatik tertulis NN atau tidak diketahui. Sayangnya informasi-informasi tersebut tulisannya sangat kecil dan beberapa diletakkan di bagian paling atas, sehingga saya harus berjingkat melihatnya, ditambah lampu yang agak temaran, kemungkinan disengaja agar koleksi batik tidak rusak.  Saya pun hampir tertinggal oleh rombongan yang sudah berada di sisi sebelah lain. 




me, Ashley, Nathalie, our educator Mbak Bunga, Gangges, Lisa
Tiadak terasa, kami sudah berada di bagian akhir museum yang memiliki luas seluruhnya sekitar 400 meter persegi. Selain batik di museum ini terdapat koleksi sulaman, bahkan sulaman yang dipajang disini mendapatkan penghargaan rekor MURI. Namun perjalanan di museum batik belum berahir. di bagian belakang museum kita bisa ikut workshop membatik lho.


"Is it difficult?" tanya saya pada Ashley yang sedang membatik.

" Mmmmm, ya, but I enjoyed." jawabnya sambil tertawa.
hasil workshop membatik di museum batik Yogyakarta

Saya tidak ikut membatik, karena harus segera pergi ke tempat lain, juga sudah beberapa kali ikut workshop membatik, rasanya sama seperti Ashley membatik itu susah tapi menyenangkan. Dari belajar membatik itu saya punya rasa untuk lebih menghargai batik karena proses pembuatannya. Suatu saat saya ingin membuat syal batik saya sendiri.

Saya menikmati kunjungan saya di museum ini, mbak Bunga dan semua yang bertugas di museum menjawab semua pertanyaan-pertanyaan saya dengan ramah. Meskipun rasanya masih kurang ingin masuk lagi menikmati koleksi batik ratusan tahun. 

Pendiri Museum Batik Yogyakarta





Oma Dwi dan Opa Hadi sudah tidak ada lagi di dunia ini, tapi sumbangsihnya sangat besar untuk menjaga tradisi batik, keorisinalitasan batik tulis, hingga kita generasi penerus bangsa  mengetahui sejarah batik di Indonesia.

Menurut saya museum ini bisa lebih baik lagi, dengan banyak memberikan informasi tertulis yang mudah dibaca tentang makna dari setiap motif batik, karena saya rasa kurang. Apalagi jika ditambah audio alunan gamelan Jawa di satu sisi, bisa menambah suasana. Atau mungkin ditambah sudut kekinian yang instagenik (spot foto yang oke) tapi tetap dengan tradisi batiknya, bisa membuat museum ini dicari.

Semoga dengan ditetapkannya Jogja sebagai kota batik dunia, museum ini tidak hanya menjadi tempat untuk orang-orang yang sudah menyenangi batik, turis mancanegara, atau mahasaiswa yang sedang mencari data tentang batik. Tapi museum ini bisa menjadi tempat wisata edukasi yang menyenangkan untuk semua kalangan.




Menuju Selatan, ke Desa Batik Tertua.

“Mau ke makam Imogiri, mbak?” tanya bapak ojek online
“Mau ke tempat batik, pak? Jawab saya
“Batik disini aja banyak kok”
“Saya mau ke desa batik Giriloyo, Pak.”
“Dimana ya mbak tempatnya?”

Oalah si bapak, saya sendiri juga tidak tahu. Dari google map terletak sekitar 19 km. Tempatnya memang di kaki bukit imogiri, di bawah makam raja-raja. Disanalah letak desa pengrajin batik tertua di Jogja.

Ternyata tidak terlau jauh sekitar 20 menit, saya dan bapak ojek sudah sampai di Jl. Imogiri Timur. "Tidak jauh lagi", kata bapak yang saya tanyai di pinggir jalan. Benar saja di sebelah kiri jalan saya melihat ada gapura yang bergambar batik motif "parang", bertuliskan gang parang. Berarti sebentar lagi sampai. Tidak jauh ada jalan ke arah kiri dengan tulisan desa Wukirsari. Setelah bertanya kembali, kami pun belok ke arah tersebut dan mengikuti jalan. Sampai akhirnya kami melihat ada tulisan Desa Giriloyo dengan monumen cantingnya. Selamat datang di desa Giriloyo.

Saya mengambil nafas dalam-dalam. Udara disini sudah berbeda, terasa sekali kesejukannya. Di kiri kana jalan adalah persawahan. Dan di depan adalah bukit-bukit, mungkin disanalah makam para raja.

Stop disini saja, pak.” Perintah saya dengan halus ketika mata saya sudah meihat ada beberapa ibu yang sedang membatik.

suasana membatik di Giriloyo

Saya meminta izin untuk mendekat dan mereka mempersilahkan saya dengan ramah. Inilah kegiatan sehari-hari di desa Giriloyo. Penetapan Jogja sebagai kota batik dunia mengacu pada sentra batik ini yang telah membatik sejak abad ke-17. Itulah salah satu alasan kenapa WWC menetapkan Jogja sebagai kota batik dunia.


Sudah ratusan tahun desa ini membatik, sejak jaman Sultan Agung memerintah di Kerajaan Mataram. Saat itu Sang Sultan membuat area pemakaman untuk para raja di perbukitan Imogiri ini. Ada banyak abdi dalem yang ditugaskan bekerja mengurusi makam Imogiri. Selain menjaga makam mereka pun membatik sampai sekarang.




 Kenapa Jogja ditetapkan sebagai kota batik:

1. Jogja memiliki nilai sejarah, dari peninggalan-peninggalan sejarah, dan bati Jogja memiliki nilai sejarah yang sudah berusia ratusan tahun

2. Jogja tetap mempertahankan nilai keaslian batik

3. pelestarian yang dianggap sebagai bagian dari akar budaya Jogja masih dijaga dengan baik.

4. Jogja memiliki nilai ekonomi yang mampu meningkatkan penghasilan negara lewat batik

5. Jogja mempertahankan isu ramah lingkungan dalam batiknya, dengan masih mempertahankan pewarnaan alami
 
Di tangan para pembatik inilah, karya seni membatik tetap lestari, mereka tetap melestarikan motif-motif asli batik keraton yang sudah berusia ratusan tahun lamanya. Mereka mempertahankan motif asli di tengah budaya modernitas yang sudah ada.

Mata saya tertuju pada batik yang tengah dibuat oleh seorang ibu. Sebelum membatik, ibu ini pernah bekerja di pabrik daerah Tangengang. Setiap perempuan di desa Giriloyo harus bisa membatik. Keahlian yang bisa mendatangkan nilai ekonomi sekaligus melestarikan tradisi leluhur.








"Ini motif batik apa bu?" tanya saya. Ini yang selalu saya suka belajar tentang motif batik.


Batik yang dikerjakan sudah setengah jadi itu bernama batik Sri Kuncoro. proses yang sedang dikerjaan adalah nembok, yaitu menutup batik yang sudah diwarnai dengan malam dengan malam, sebelum pewarnaan selanjutnya. Makna filosofi dari "Sri Kuncoro" adalah Kehidupan yang sejahtera/Kejayaan.
batik 'Sri Kuncoro' yang sudah selesai
 "Melambangkan daerah yang sejahtera," tutur Ibu Khibtiyah. Ya saya melihat seperti gambar tumbuh-tumbuhan di dalam batik dengan ornamen lain yang melambangkan kesejahteraan. 
Ada ratusan motif batik Jogja yang lahir dan dipertahankan di desa batik ini, seperti Sido Asih, Sido Mukti, Wahyu Temurun, Babon Angrem, Udan Liris, dll. Ibu Khibtiyah sampai tidak bisa menyebutkan dengan pasti berapa ratus motif yang dipertahankan oleh 600-an pengrajin batik disini. Batik disini pun sudah terkenal di mancanegra, terbukti dari ekspor yang sudah dilakukan, ke Jepang, Amerika, dan beberapa negara Eropa.

TIba-tiba ada seorang ibu yang datang dengan anaknya, ingin membeli canting untuk tugas sekolah anak lelakinya di Sekolah Dasar. Semenjak Jogja ditetapkan menjadi kota batik dunia, membatik sudah jadi kegiatan inrakulikuler di sekolah, bahkan sejak TK. Kalau Tk hanya diajari proses pewarnaan batik saja.

berjalan ke atas arah timur ada gazebo batik, ada sekolah dari Jakarta yang sedang workshop batik disini
Senja yang indah, meskipun dihiasi gerimis, tapi banyak makna yang saya dapatkan ketika berada di kota batik ini. Menikmati Jogja tidak hanya pantainya, tidak hanya Malioboronya, tapi disini ada makna yang lebih dalam tentang tradisi leluhur. 

Masih banyak tempat di Jogja yang melesatarikan tradisi batik, bahkan di desa Wukirsari ini terdapat sentra batik lain, selain di Giriloyo. Masih banyak tempat yang menginovasikan batik tidak hanya di selembar kain. Semoga catatan kecil ini menginspirasi untuk menikmati lebih dalam batik dari kota batik dunia. (foto: pribadi)

oleh-oleh dari Museum Batik Yogyakarta


Alamat:
Museum Batik Yogyakarta:
Jl. Dr. Sutomo No. 13 A
Telp (0274) 541766
6 km dari Bandara Adi Suciipto 
400 m dari Stasiun Lempuyangan

Sentra Batik Sri Kuncoro
Goriloyo, Karangkulon (Barat Gazebo), Wukirsari, Imogiri, Bantul

Tempat untuk menikmati Mahakarya Batik Lainnya
1. Keraton Jogjakarta
2. Museum Ullen Sentalu

Tempat Untuk berbelanja Batik
1. Desa Batik Giriloyo
2. Pasar Beringharjo
3. Kampung Batik Ngasem








 

0 komentar:

 
Copyright © -2012 Alamat Senja All Rights Reserved | Template Design by Favorite Blogger Templates | Blogger Tips and Tricks